Minggu, 26 April 2015

Mulsa Organik (Daun dan batang pisang)



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar belakang

Kebutuhan panag saat ini sangtalah menujak tinggi, mau itu berupa makanan instan atau alami. Sehingga mengakibatkan permintaan bahan menta semangkin tinggi mencapai kenaikan grafik 30% pertahun. Hal ini diakibatkan semakin tinggi populasi manusia diseluruh dunia, oleh karena itu kenaikan permintaan bahan menta berdampak pada petani dan perkebunan.

Kenaikan permintaan bahan ini menjadi tanggung jawab pemerintah untuk merangsang petani dan perkebunan untuk menyiapkan permintaan pasar agar Negara dan masyarakatnya sejahtra. Upaya  ini sangatlah disambut rama para petani dan perkebunan karena akan menambah hasil pemasukannya.

Petani memanfaatkan areal yang ada begitu juga perkebunan, mereka terus berusaha untuk memnuhi permintaan pasar disamping itu secara tidak langsung kesejahtraan masyarakat meningkat. Disamping peningkatan itu dan terusnya mengalami perbahan alam maka hadirlah kendala dan dampak. Peningkatan pertanian dibarengi dengan banyaknya hambatan, peningkatan dan kendalah mengalami kenaikan grafik yang berbanding 65% dan 35%, antaranya peningkatan gulama, hadirnya gulama baru, gulma yang berefolusi dan lain sebaginya.    

Peningkatan gulma memberikan PR kepada setiap yang bersangkutan, pemerintah membiayai para ilmuan untuk mencari solusi,  petani melakukan usaha yang berupa tradisional dan perkebuanan berusaha memecahkan permasalahan ini dengan kemampuan yang dimiliki oleh kariawannya. Segala cara telah dilakuakan dan akhir menemui jalan keluar antara lain adalah herbisida.

           
Hadirnya herbisida mengakibatkan presentasi gulma semakin rendah dan produksi semakin naik. Seiring berjalannya waktu tak kita sadari bahwa ternya hadirnya herbisida mengakibatkan dampak yang sangat bahaya terhadap manusia, hewan, tanaman, tanah dan terutama masa yang akan dantang. Penggunaan herbisida dalam jangga panjang  menggakibatkan tanah rusak, menjadi padat dan sebagainya. Hal ini menjadi trending topic dunia, terutama pada pertanian atau perkebuanan yang menggunakan areal luas. Mereka diteror merusakak tanah titipan anak cucu, hal ini menampar Negara yang berlatar belakang pertanian dan perkebuan, antaranya Indonesia.

Pembuatan herbisida kini harus melalui proses yang sulit dan rumit mengakibatan kenaikan harga dan keterbatasan jumlah jenis herbisida. Timbulnya masalah ini menghadirkan solusi baru yang dinamakan teknik pengundalian gulma biologi, yang memiliki harga relative terjangkau oleh para petani dan tidak mengakibatkan kerusakn tanah.

Hal ini menjadi salah satu tujuan pembuatan penelitian ini agar kita semua dapat menguragi keruskan tahan, melihat tingkat sebepa tingkat pengaruh mulsa terhadap gulma. Pemahaman terhadap gulma dan pengendalian gulama sangatlah penting.

1.      Pengertian dan tujuan pengendalian gulma

Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa gulma sangatlah berdampak negative kepada kita semua oleh karena itu maka kita harus memahami apa itu gulma. Pengertian gulma secara luas adalah tumbuhan yang merugikan pengusaha berupa mengganggu tanaman utama, menggaggu tata ruang, hidup pada areal budidaya dan hidupnya tidak di inginkan.

Ø  Gulma adalah tumbuhan yang tumbuhnya salah tempat. Sebagai tumbuhan, gulma selalu berada disekitar tanaman yang dibudidayakan dan berasosiasi dengannya secara khas (Moenandir,1988).
Ø  Gulma adalah tumbuh-tumbuhan yang tumbuh pada tempat yang tidak diinginkan sehingga menimbulkan kerugian bagi manusia (Nasution 1983).
Kehadiran gulma sangat mengwatirkan para petani dan perkebuana karena memiliki dampak yang sangat fatal dan harus dikendalikan, anatara lain dampaknya dan mengapa harus dikendalikan karena :

a.       Mengurangi hasil panen
Gulma dapat mengurangi hasil panen dikarenakan gulma mengmbil sebagian unsure hara yang dibutuhkan tanaman utama sehingga produktifitas menurun.
b.      Mengeluarkan senyawa alelopati (Racun)
Senyawa alelopati merupakan senyawa yang dihasikan oleh gulam yang berbahaya bagi tanaman utama, hewan dan manusianya karena bersifat racun.
c.       Mengurangi nilai estetika
Gulama dapat merusak nilai estetika karena pada arean perkebunan dan pertanian telah dilakakan arur jarak tanam dan lainnya sehinga ketika gulma tumbuh pada areal tersebut (antara tanaman utama) akan menggangu keindahan dan kenyamanan pekerjaan.
d.      Adanya daya kompetisi : ruang tumbuh, unsur hara, air dan cahaya matahari.
Persainagan ruang tumbuh dimana gulma yang memiliki daya tahan tubuh yang kuat sehingga dapat mendorong mundur tanaman utama atau merayapi tanaman utama. Unsure hara dan air akan menjadi subuah materi terbutan oleh gulma dan tanaman seperti juga terhadap perrebutan cahaya matahari (tumbuhan yang sama tingginya dengan tanaman).
e.        Sebagai inang hama dan penyakit.
Kebanyakan gulma memilik daya tarik terhadap hama sehinnga menarik hama berdatangan keareal budidaya.
f.       Menghambat aktivitas budidaya : pemupukan, pemanenan, tunas, kastrasi dan sanitasi, dll.

Dalam pengendalian gulma hal yang perlu kita pahami adalah ekonsep ambang ekonomi. Ambang ekonomi adalah batas populasi OPT atau kerusakan oleh OPT yang digunakan sebagai dasar untuk digunakannya pestisida. Diatas AE populasi OPT telah mengakibatkan kerugian yang nilainya lebih besar daripada biaya pengendalian.



Arti luas ambang ekonomi adalah hasil produksi dikurang biaya penegndalian akan menghalikan keuntunagan contohnya hasil produksi Rp 50 000 dan penegendaliannya hanya Rp 5000 maka pengendalian harus dilakuakan atau hasil produksi Rp 50 000, ketika gulma tidak dikendalikan dan setelah gulma dikendalikan menghasilkan produksi sebesar Rp 150 000 dan biaya pengendalian Rp 30 000 maka gulma harus dikendaliakan.

2.      Teknik Pengendalian Gulma

Melihat banyak dampak negatif dari gulma dan begitu tinggi kerugian yang dikarenakan oleh gulma maka pengendalian harus dilakuan berdasarkan konsep ambang ekonomi agar tidak merugikan pihak lain. Adapun teknik pengendalian umumnya terbagi sebagi berikut :

Ø  Preventif (pencegahan)
Preventif merupakan kegiatan yang dilakukan diawal kegiatan budidaya, biasanya dilakukan dengan alat berat berupa traktor dan pada areal kecil menggunakan cangkul dan sejenisnya. Kegiatan ini dilakukan untuk mengelolah tanah agar gulma dan biji gulma terolah (hancur, akar tercabut, biji rusak dan dll) dan masa pertumbuhan terhambat bahkan mengkibatkan kematian pada gulma dan calon gulma(biji gulma)
Tindakan paling dini dalam upaya menghindari kerugian akibat gulma adalah Pencegahan (preventif) hanya untuk mengurangi pertumbuhan gulma agar usaha pengendalian sedapat mungkin dikurangi atau ditiadakan.Pencegahan merupakan langkah yang paling tepat karena kerugian yang sesungguhnya pada tanaman budidaya belum terjadi. Pencegahan biasanya lebih murah, namun demikian tidak selalu lebih mudah.Pengetahuan tentang cara-cara penyebaran gulma sangat penting jika kita hendak melakukan dengan tepat. Pengendalian dengan upaya Preventip dapat dilakukan dengan peniadaan sumber invasi, sanitasi, karantina bahkan aturan perundang-undangan.




Ø  Mekanis
Pengendalian dengan cara mekanis terbagi atas 3bagian yaitu :
a)      Manual merupakan teknik yang menggunakan tangan atau alat ringan berupa parang, sabit dan sejenisnya untuk menegndaliakan gulma
b)      Semi mekanis adalah penegendalian yang menggunakan alat (mesin ringan) seperti mower dan sejenisnya.
c)      Mekanis merupakan pengendalian yang membutuhkan biaya besar karena menggunakan alat berat berupa traktor untuk pengendalian gulma. Poin ini biasanya digunakan oleh perkebuana atau pada areal yang besar.

Ø  Kimia
Pengendalian kimia menggunakan herbisida untuk mengendalikan gulma contohnya menggunakan roan-up untuk alang-alang. Penggendalian ini sangat banyak yang menggunakan karena relative mudan dan efektif.

Ø  Teknik budidaya dan biologi
Teknik ini memanfatkan tanaman dan hewan ternak dalam mengendalikan gulama dengan cara menanam tanaman yang bersifat menjalar, tahan terhadap persingan unsure hara, bermanfaat bagi tanaman utama dan menekan pertumbuhan gulma atau melepaskan hewan ternak agar gulam yang tumbuh dimakan dan dibunuh (dipijak-pijak) oleh hewan tersebut.
Ø  Terpadu
Teknik ini banyak dilakukan pada areal perkebunan karean kesulitan dalam pengendalian gulma di sebakan oleh factor jenis areal, topografi, jumlah tenaga kerja dan lainnya. Teknik ini menyatukan 2 sampai 5 teknik pengendalian sesuai dengan kebutuhannya.

3.      Permasalah dan kerugian pengendalian gulama (mekanis, kimia, preventif, terpadu, biologi dan teknik budidaya).
a.       Kerugian mekani
Kerugian yang diakibatkan dari mekanis sangat terlihat pada penggunaan alat berat karena harus memiliki modal yang sangat besar dan biaya perawatan tinggi, begitu juga pada manual dan semi mekanis harus memiliki tenaga kerja yang banyak untuk melakuakan pengendalian pada areal luas dan pada semi mekani dan manual mengendalikan gulma terbatas pada ukuran gulma tersebuat.
b.      Kerugian kimia
Pengendalian menggunakan kimia berdampak pada tanah dan manusianya. Hal ini karena kandunagan herbisida dapat merusak truktur tanah, meracuni manusianya dan sebaginya. Hal lain juga berdampak pada petani kecil yang kesulitan membeli herbisida yang berkualitas karena relative mahal.
c.       Kerugian Preventif
Keuntngan preventif pengolahan tanah lebih besar dari kerugiannya jika tanaman yang ditanama bersifat bulanan seperti bayam, kangkung dan sejenisnya, tetapi pada areal besar  seperti perkebunan sawit sangat membutuhkan biaya yang besar oleh karena itu hanya pada titik tanam saja yang diolah.
d.      Teknik budidaya dan biologi
Teknik ini hanya cocok untuk areal perkebunan karena menggunakan hewan sebagai pengendalinya, ketika teknik ini dilakuakan pada areal pertanian bulanan seperti kangkung maka habislah tanaman utama yang dimakan oleh hewan tersebut.
4.      Inovasi penelitian   
Inovasi penelitian menggunakan kultur teknis untuk mengendalikan gulma, adapun kegiatan kutur teknis adalah :
-          Penggunaan mulsa
-          Pengolahan tanah
-          Pengaturan jarak tanam
-          Penggunaan bibit unggul
-          Pergiliran tanaman
-          Penyiangan
-          Penggenangan
-          Penggunaan tanaman penutup tanah (LCC)
-          Pemupukan yang tepat

Pada inovasi penelitian ini menggunakan kurtur teknis berupa penggunaan mulsa. Penggunaan mulsa salah satu teknik pengendalian gulam yang sangat sederhana karena menggunakan bahan material, atau lainnya sebagi penutup tanah agar menekan pertumbuahan gulma. Adapun pengertian sempit gulama adalah sisah tanaman, limbah pertanian, serbuk kayu atau hasil produsi pabrik berupa plastic dan lainnya yang digunakan untuk menutup tanah.
Pengunana mulsa banyak diguanakan pada petani kecil sebagai pengendalian gulma dan pada perkebunan digunakan pada pembibitan. Mulsa banyak digunakan karena tidak mengeluarkan banyak biaya, mudah didpatkan dan memiliki manfaat yang besar, adapun manfatnya :

Ø  Menekan pertumbuhan gulma
Pertumbuhan gulma akan terhambat oleh gulma karena menekan pertumbuhan dengan berbagai cara antaranya, menutupi gulma sehingga tidak mendapatkan cahaya matahari, besaing merebut unsure hara dengan gulma.
Ø  Mempertahankan tata air tanah (menjaga kelembaban),
Hadirnya mulsa akan mempertahankan tata air tanah karena mulsa yang besifat lembab atau mengikat air akan menahan air tidak agar beraturan masuknya air kedalam tanah.
Ø  Memperbaiki struktur (Memperbaiki sifat fisik tanah, aerasi dan konsistensi tanah),
Perbaikan sifat fisik tanah merupakan salah satu manfaat gulma karena berupa organic yang dapat diolah oleh tanah sehingga tahan menjadi gembur pada saat telah bercampur.
Ø  Mengurangi terjadinya erosi,
Mulsa akan meengurangi erosi karena besifat menutup tanah sehingga air tidak langsung mengenai tanah dan tidak mengalami percikan tanah hingga tidak terjadi erosi.
Ø  Memperbaiki sifat kimia tanah
khusus pada mulsa organik dapat menambah unsur hara ke dalam tanah setelah mulsa tersebut lapuk atau busuk.
Ø  Memperbaiki sifat biologi tanah
Mulsa organic juga dapat memperbaiki sifat biologi tanah karena mikroorganisme di dalam tanah lebih aktif berkembang.

Pada penelitian ini kami menggunakan pengedalian dengan menggunakan mulsa dan mulsa yang kami gunakan adalah batang dan daun pisang. Melihat banyaknyak batang dan daun pisang yang tidak dimanfaatkan dan pengalihan fungsi biasaya batang pisang digunakan sebagia makanan ternak maka hadirlah penelitian ini agar dapat kita ketahui bahwa apakan batang pisang ini dapat digunakan dan bermanfaat bagi tanaman pada saat digunakan sebagai mulsa.

Mulsa daun dan batang pisang ini memiliki manfaat sebagai berikut : 1) mudah didapatkan, 2) bersifat organic, 3) memiliki dual fungsi 4) tidak mengeluarkan biaya, 5) dalam ukuran 1 X 3 m hanya menggunakan mulsa 1/6 karung 5o kg, 6) tidak membutuhkan tenagga kerja yang banayak 7) dan bertahan lama.

1.2. Tujuan penelitian
1.      Mengetahui tingkat pengruh dari mulsa daun dan batang pisang (efektifitas)
2.      Menglih pungsikan makanan ternak ke mulsa
3.      Menabah pengetahuan tentang pemanfaatan libah tanaman
4.      Memahami manfaat pengolahan tanah
1.3.Manfaat mulsa
1.      Tidak terbuangnya batang dan daun pisang secara sia-sia
2.      Menambah bahan organic
3.      Menjaga suhu tanah
4.      Mengandung banyak air pada batang pisang

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1.      Prinsip Pengendalian Gulma

Dalam dunia pertanian dan perkebunan pengendalian gulma merupakan salah satu item pekerjaan yang sangant dipehatikan Karena gulma merupakan salah satu penyebab terbesar dalam menurunkan hasil produksi. Pengendalian gulma merupakan kegiatan mengendalikan tumbuhan yang tidak dinginkan yang tumbuh pada areal budidaya dan belum diketahui manfaatnya.
Pentingnya memperhatikan lingkungan juga ditekankan Kasirin, Crop Marketing Manager Specialty Crop Indonesia, PT Syngenta Indonesia. Perusahaannya, misalnya, menyangkut pengendalian organisme pengganggu tanaman, seperti hama penyakit, memang menerapkan konsep pengelolaan hama terpadu (PHT) juga pengelolaan gulma terpadu. 
“Pengendalian gulma harus sustainaible, berkelanjutan. Untuk itu tentu harus (menerapkan prinsip) diversity, keanekaragaman. Diversity itu dari beberapa hal, seperti alat, cara, kultur teknis, biologi, mekanis, kimiawi, jadi suatu paket,” urainya.
Untuk mengendalikan hama, tegas Kasirin, prinsipnya ada beberapa metode pengendalian seperti biologi, yang mengembangkan pengendalian dengan musuh alami. Lalu, bisa juga dengan mengembangkan insektisida virus, jadi dikombinasikan dengan kimia. Pestisida kimia sendiri baru digunakan saat populasi hama tetap tinggi walau segala upaya lain telah dipakai.
Demikian pula pada penggunaan pestisida, prinsip diversity tadi tetap diutamakan. Syngenta yang produk-produknya selama ini dipakai perusahaan sawit Asian Agri itu, misalnya, menyarankan aplikasi pestisida yang tidak tunggal, yang beragam dalam cara kerja. “Umpamanya, sebagai selingan Gramoxone, pakai pestisida yang cara kerjanya berbeda. Katakanlah, dengan Touchdown yang berbahan glifosat yang arahnya menghambat metabolisme penciptaan protein gulma,” jelasnya.
Di kesempatan lain, Kasirin tidak merekomendasi selingan dengan glifosat saat tanaman belum menghasilkan. Alasannya, tanaman masih kecil sehingga kalau sampai terpercik ke bagian berhijau dan tersebar ke seluruh bagian tanaman akan mempengaruhi pertumbuhan.
Berkaitan dengan aspek budidaya lainnya, seperti benih, ISPO tentu menetapkan penggunaan bibit unggul yang telah diakui pemerintah. Sedangkan pembukaan lahan diwajibkan tanpa bakar dan memperhatikan kaidah konservasi tanah dan air. (Agrina,2010).
Menurut Widya Riska (2010), “Pengendalian hayati adalah taktik pengelolaan hama yang dilakukan secara sengaja dengan memanfaatkan atau memanipulasikan musuh alami untuk menurunkan atau mengendalikan populasi hama. Usaha pengendalian hama yang mengikutsertakan organisme hidup, oleh karena itu pengendalian hama dengan teknik jantan mandul, varietas tahan hama, dan manipulasi genetik termasuk dalam pengertian pengendalian hayati. Pengendalian hayati pada dasarnya adalah usaha untuk memanfaatkan dan menggunakan musuh alami sebagai pengendali populasi hama yang merugikan. Pengendalian hayati sangat dilatarbelakangi oleh berbagai pengetahuan dasar ekologi, terutama teori tentang pengaturan populasi oleh pengendali alami dan keseimbangan ekosistem. Musuh alami dalam fungsinya sebagai pengendali hama bekerja secara tergantung kepadatan, sehingga keefektifannya ditentukan pula oleh kehidupan dan perkembangan hama yang bersangkutan. Ketersediaan lingkungan yang cocok bagi perkembangan musuh alami merupakan prasarat akan keberhasilan pengendalian hayati. Perbaikan teknologi introduksi, mass rearing dan pelepasan di lapangan akan mendukung dan meningkatkan fungsi musuh alami” hadirnya pengendalian hayati akan meneyebakan kurangnya penggunaan bahan kimia sehingga resiko tercemarnya alam lebih rendah.
Pengendalian gulma secara biologis (hayati) ialah pengendalian gulma dengan menggunakan organisme lain, seperti insekta, fungi, ternak, ikan dan sebagainya. Pengendalian biologis yang intensif dengan insekta atau fungi biasanya hanya ditujukan  terhadap suatu species gulma asing yang telah menyebar secara luas dan ini harus melalui proses penelitian yang lama serta membutuhkan ketelitian. Juga harus yakin apabila species gulma yang akan dikendalikan itu habis, insekta atau fungi tersebut tidak menyerang tanaman atau tumbuhan lain yang mempunyai arti ekonomis.
Pengertian  Pengendalian gulma(control) harus dibedakan dengan pemberantasan (Eradication).Pengendalian Gulma didepinisikan sebagai proses membatasi infestasi gulma sedemikian rupa sehingga tanaman dapat dibudidayakan secara produktif dan efisien, tidak ada keharusan untuk membunuh gulma, melainkan cukup menekan pertumbuhan dan atau mengurangi populasi saja. dengan kata lain pengendalian bertujuan hanya menekan populasi gulma sampai tingkat populasi yang tidak merugikan secara ekonomik atau tidak melampui ambang ekonomik(economic threshold), sehingga sama sekali tidak bertujuan menekan gulma samapi populasi nol.
Pengendalian gulma terbagai beberapa macam seperti pengendalian kimia dan lain-lain, dengan banyak jenis teknik pengendalian maka pemerintah menggeluarkan undang-undang penggendalian gulma karena setiap pengendalian memiliki dampak negative. Penggendalian memiliki prinsip yang berdasarkan lingkungan, biaya, tenaga kerja, jenis areal  jenis gulma, dan waktu pengendalian.
1.1.1.      Lingkungan

Pengendalian gulma tidak hanya meliahat pada gulma yang ingin kita kendali atau brantas, tetapi lingkungan juga harus kita pertimbangkan. Dalam mendukung kehidupan berkelanjutan dalam perkebunan kelapa sawit, pemerintah Indonesia  mewajibkan perusahaan perkebunan kelapa sawit untuk memenuhi persyaratan dalam mendukung keberlanjutan melalui Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia No. 19/Permentan/OT.140/3/2011 tanggal 29 Maret 2011  tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil/ISPO) adalah sistem usaha dibidang perkebunan kelapa sawit yang layak ekonomi, layak sosial dan ramah lingkungan didasarkan pada peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia.

Pengendalian OPT merupakan suatu tindakan dalam proses perawatan tanaman di perkebunan kelapa sawit, dalam pengendalian langkah yang dilakukan sebaiknya lebih mempertimbangkan kelestarian hidup flora & fauna yang bukan merupakan target OPT. Diperlukan pengetahuan dari siklus hidup hama dan penyakit yang merupakan titik kritis (crucial point)  karena akan menjadi dasar acuan pengambilan keputusan pengendalian.
Pemilihan jenis, metode (biologi, mekanik, kimia, terpadu) dan waktu pengendalian yang dianggap paling cocok menjadi latar belakang keberhasilan pengendalian OPT tersebut. Dalam hal ini, pengelola perkebunan dituntut untuk dapat meramalkan berbagai kemungkinan ledakan hama dan penyakit yang potensial. Perkiraan tersebut dapat bertitik tolak dari kondisi alam, iklim dan jenis hama dan penyakit yang spesifik ada di areal, dinilai dari situasi dan kondisi yang paling memungkinkan.  

Tindakan dalam mendeteksi keberadaan hama dan penyakit pada waktu yang lebih dini menjadi prioritas mutlak untuk dilaksanakan. Keuntungan deteksi dini adalah selain memudahkan tindakan pencegahan dan pengendaliannya juga agar tidak terjadi ledakan serangan yang tidak terkendali/terduga. Secara ekonomis biaya pengendalian melalui deteksi dini dipastikan jauh lebih rendah daripada pengendalian serangan hama/penyakit yang sudah menyebar luas. Meninjau Prinsip dan Kriteria 2.1.7. Dalam ISPO. ( Henny Herdajant,2014).

                                                Pengendalian gulma merupakan pekerjaan yang sangat penting tetapi harus memperhatikan lingkungan sesuai yang telaha pemerintah tetapkan. Penggunaan teknik penggendalian haruslah sesuai dengan rekomendasi yang telah ditetapkan, apabila hal tersebut dilanggar maka akan berdampak pada lingkungan contohnya penggunaan herbisida yang berlebihan akan mengakibatkan pencemaran udara, air dan lainnya sehinnga lingkungan menjadi tidak sehat.   
1.1.2.      Biaya
Dalam konsep pengendalian gulma hal ini yang sangat diperhatikan terutama pada industry perkebunan yang memiliki areal yang luas. Langkah yang salah dalam menggambil keputusan teknik pengendalian gulma akan berdampak pada pemasukan suatu industry. Konsep yang digunakan dalam hal pengedalian gulma berdasarkan biaya adalah biaya pengendalian harus lebih kecil dari hasil produksi yang berbanding 20%-30% biaya pengendalian dari 100% hasil produksi.
Pengendalian gulama dengan pendekatan konsep amabang ekonomis. Artinya , segala sesuatu kerugian yang ditimbulakan oleh hadirnya gulma tersebut masih lebih kecil dari biaya yang harus dikeluarkan untuk pengendaliannya maka pengendalian tidak perlu dilakukan. (Iyung Pahang,2010).  
1.1.3.      Tenaga kerja
Tenaga kerja merupakan salah satu yang menetukan teknik pengendalian gulama, dengan jumlah tenaga kerja yang banyak maka teknik penggendalian manual dapat dilakukan untuk mengurangai angka pengguran dan memanfaatkan tenagga yang ada, sesuai denga undang yang dikeluarkan pemerintah bahwa sebuah perkebunan harus meberikan lapangan kerja kepada masyarakat. Terkadang penggunaan tenaga kerja lebih optiman disbanding menggunakan alat berat.
1.1.4.      Jenis Areal
Teknik pengendalian gulma berbeda-beda dapat dikarenakan oleh jenis areal budidaya contohnya penggunaan tenaga kerja(Manual) pada areal berbukitan, hal ini dikarenakan traktor tidak dapat melakukan hal tersebut.
1.1.5.      Jenis Gulma
Dalam teknik pengendalian gulama hal yang yang tak kala penting untuk dipahami adalah jenis gulma karena jenis gulma padat menentukan cara pengendaliannya dan bahan pengendaliannya.
-          Gulma teki-tekian
Kelompok ini memiliki daya tahan luar biasa terhadap pengendalian mekanik karena memiliki umbi batang di dalam tanah yang mampu bertahan berbulan-bulan. Selain itu, gulma ini menjalankan jalur fotosintesis C4 yang menjadikannya sangat efisien dalam 'menguasai' areal pertanian secara cepat. Ciri-cirinya adalah penampang lintang batang berbentuk segitiga membulat, dan tidak berongga, memiliki daun yang berurutan sepanjang batang dalam tiga baris, tidak memiliki lidah daun, dan titik tumbuh tersembunyi. Kelompok ini mencakup semua anggota Cyperaceae (suku teki-tekian) yang menjadi gulma. Contoh: teki ladang (Cyperus rotundus), udelan (Cyperus kyllingia), dan Scirpus maritimus.
Selain menekan gulma berdaun lebar, mulsa teki juga secara nyata menekan pertumbuhan kedelai. Berdasarkan indikasi tersebut, diduga mulsa teki berpotensi alelopati terhadap tumbuhan berdaun lebar. Dugaan adanya potensi alelopati juga terjadi pada mulsa jerami, namun pada mulsa jerami golongan gulma yang tertekan adalah gulma rumput.
-          Gulam rerumputan
Golongan gulma rurumputan kebanyakan berasal dari family gramineae (poaceae). Ukuran gulma golongan rerumputan bervariasi, ada yang tegak, menjalar, hidup semusim, atau tahunan. Batangnya disebut culms, terbagi menjadi ruas dengan buku-buku yang terdapat antara ruas. Batang tumbuh bergantian pada dua buku pada setiap antara ruas daun terdiri dari dua bagian yaitu pelepah daun dan helaian daun., contoh gulama rerumputan Panicum repens, Eleusine indica, Axonopus compressus dan masih banyak lagi. Golongan teki-tekian kebanykan berasal dari family Cyperaceae. Golongan ini dari penampakanya hampir mirip dengan golongan rerumputan, bedanya terletak pada bentuk batangnya. Batang dari golongan teki-tekian berbentuk segitiga. Selain itu golongan teki-tekian tidak memiliki umbi atau akar ramping di dalam tanah. Contoh golongan teki-tekian: Cyperus rotundus, Cyperus compressus. Golongan gulma berdaun lebar antara lain: Mikania spp, Ageratum conyzoides, Eupatorium odoratum (=Chromolaena odorata).
Berdasarkan habitat tumbuhanya, dikenal gulma darat, dan gulma air. Gulma darat merupakan gulma yang hidup didarat, dapat merupakan gulma yang hidup setahun, dua tahun, atau tahunan (tidak terbatas). Penyebaranya dapat melalui biji atau dengan cara vegetatif. Contoh gulma darat diantaranya Ageratum conyzoides, Digitaria spp, Imperata cylindrica, Amaranthus spinosus. Gulma air merupakan gulma yang hidupnya berada di air. Jenis gulma air dibedakan menjadi tiga, yaitu gulma air yang hidupnya terapung dipermukaan air (Eichhornia crassipes, Silvinia) spp, gulma air yang tenggelam di dalam air (Ceratophylium demersum), dan gulma air yang timbul ke permukaan tumbuh dari dasar (Nymphae sp, Sagitaria spp).
-          Gulma Daun Lebar
Berbagai macam gulma dari anggota Dicotyledoneae termasuk dalam kelompok ini. Gulma ini biasanya tumbuh pada akhir masa budidaya. Kompetisi terhadap tanaman utama berupa kompetisi cahaya. Daun dibentuk pada meristem pucuk dan sangat sensitif terhadap kemikalia. Terdapat stomata pada daun terutama pada permukaan bawah, lebih banyak dijumpai. Terdapat tunas-tunas pada nodusa, serta titik tumbuh terletak di cabang. Contoh gulma ini ceplukan (Physalis angulata L.), wedusan (Ageratum conyzoides L.), sembung rambut (Mikania michranta), dan putri malu (Mimosa pudica).
1.1.6.      Waktu Pengendaliannya
Waktu pengendaliangulam haruslah sesuai dengan jenis teknik dan bahan yang kita gunakan contohnya pada saat akan hujan menggunakan teknik kimia dan bahan yang bersifat kontak agar gulma langsung mati dan bahan tidak tercuci oleh air hujan nanti.
1.2.   Pengendalian Gulma Secara Kultur Teknis
Pengendalian ini didasarkan pada segi ekologi yaitu berusaha menciptakan kondisi lingkungan yang sesuai dengan tanaman budidaya, sehingga dapat tumbuh dengan baik dan mampu bersaing dengan gulma.
1.2.1.      Pergiliran tanaman
Pergiliran tanaman bertujuan untuk mengatur dan menekan populasi gulma dalam ambang yang tidak membahayakan. Contoh : padi – tebu – kedelai, padi – tembakau – padi. Tanaman tertentu biasanya mempunyai jenis gulma tertentu pula, karena biasanya jenis gulma itu dapat hidup dengan leluasa pada kondisi yang cocok untuk pertumbuhannya. Sebagai contoh gulma teki (Cyperus rotundus) sering berada dengan baik dan mengganggu pertanaman tanah kering yang berumur setahun (misalnya pada tanaman cabe, tomat, dan sebagainya). Demikian pula dengan wewehan (Monochoria vaginalis) di sawah-sawah. Dengan pergiliran tanaman, kondisi mikroklimat akan dapat berubah-ubah, sehingga gulma hidupnya tidak senyaman sebelumnya. (Imam Fausi, 2012)
1.2.2.      Pengolahan tanah
Pengolahan tanah dengan menggunakan alat-alat seperti cangkul, garu, bajak, traktor dan sebagainya pada umumnya juga berfungsi untuk memberantas gulma. Efektifitas alat-alat pengolah tanah di dalam memberantas gulma tergantung beberapa faktor seperti siklus hidup dari gulma atau kropnya, dalam dan penyebaran akar, umur dan ukuran infestasi, macamnya krop yang ditanaman, jenis dan topografi tanah dan iklim.
1.2.3.      Penyiangan
Penyiangan atau sering juga disebut pendangiran merupakan salah satu bagian dari paket komponen teknologi yang tak bisa terpisahkan dari budidaya tanaman. Malahan di dalam paket komponen teknologi SRI penyiangan atau pendangiran ini menjadi salah satu bagian terpenting yang akan menentukan pencapaian peningkatan hasil produksi.
 Tujuan dari teknik pendangiran atau penyiangan ini yang pertama adalah untuk menggemburkan tanah supaya aerasi menjadi lebih baik untuk mendorong perkembangan akar tanaman yang maksimal sehingga diperoleh tanaman dengan perakaran yang kokoh dan pertumbuhan yang optimal dan tentunya tanaman akan lebih sehat dan menjadi tidak mudah terserang hama dan penyakit. Dan yang kedua adalah untuk mengendalikan gulma yang tumbuh disela-sela tanaman budidaya, dengan adanya gulma yang lebat tentunya akan menambah persaingan untuk memperoleh unsur hara dan sinar matahari yang mengakibatkan pertumbuhan tanaman budidaya terganggu dan bisa menurunkan produksi. Efek dari tujuan yang pertama dan kedua sama-sama menurunkan tingkat produksi tanaman budidaya (Azriel KJ, 2014).

1.2.4.      Pengaturan jarak tanam
Pengaturan jarak tanam merupakan teknik pengendalian OPT yang sang sering digunakan karena memiliki manfaat yang sang baesar cantohnya :
-         Pengaturan pola tanam bertujuan membatasi perkembangbiakan tikus sawah, karena tikus sawah hanya berkembangbiak saat tanaman padi pada fase generatif. Pengaturan pola tanam dapat membatasi perkembangbiakan tikus sawah.Pengaturan jarak tanam lebih lebar dari biasanya, seperti cara tanam legowo, bertujuan membuat lingkungan lebih terbuka sehingga kurang disukai tikus.
-         Tindakan yang dapat diterapkan dalam mengurangi serangan tikus pada pertanaman kelapa sawit adalah pengaturan jarak tanam, yaitu menanam tanaman kelapa sawit dengan jarak tanam yang dianjurkan yaitu 8,77 - 9,42 m x 7,60 - 8,16 m dengan kerapatan pohon per hektar sebanyak 128 - 150 pohon (Permentan No. 131, 2013). Hal ini bertujuan agar tajuk kelapa sawit tidak saling bersentuhan antara pohon yang satu dengan pohon yang lain sehingga menghambat pergerakan tikus antar pohon (Priyambodo, 1995).
-         Dengan pengaturan jarak tanam maka gulma yang berda pada areal bawah tanaman utama akan tidak mendapatkan cahaya matahari sehingga gulma tersebut mati atau terhambat pertumbuhannya.
1.2.5.      Penggunaan tanaman penutup tanah (LCC)
Penanaman tanaman penutup tanah merupakan teknik pnegndalian gulma budidya yang memanfaatkan tanaman yang bersifat menjalar dan menutup tanah sehingga gulma tidak mampu lagi bertahan hidup akibat depresi dengan persinagan perebutan cahaya matahari.
Pengendalian kultur teknis merupakan cara pengendalian gulma dengan menggunakan praktek budidaya. Penanaman jenis tanaman yang cocok untuk suatu tanah merupakan tindakan yang sangat membantu mengatasi masalah gulma. penanaman rapt agar tajuk tanamn segera menutup ruang kosong merupakan cara yang efektip untuk menurunkan populasi gulma.Pengendalain Kultur Teknis dapat dilakukan dengan Rotasi Tanam(Crop Rotation), Sistem bertanam (Cropping System), Pengaturan jarak Tanam (Crop Density), Pemulsaan (Mulching),Tanaman Penutup Tanah ( Legum Cover Crop-LCC). (MagroNiaga,2011 ).
Ttanaman penutup tanah adalah tumbuhan atau tanaman yang khusus ditanam untuk melindungi tanah dari ancaman  kerusakan oleh  erosi dan / atau untuk memperbaiki sifat kimia dan sifat fisik tanah.
Tanaman penutup tanah berperan: (1) menahan atau mengurangi daya perusak butir-butir hujan yang jatuh dan aliran air di atas permukaan tanah, (2) menambah bahan organik tanah melalui batang, ranting dan daun mati yang jatuh, dan (3) melakukan transpirasi, yang mengurangi kandungan air tanah. Peranan tanaman penutup tanah tersebut menyebabkan berkurangnya kekuatan dispersi air hujan, mengurangi jumlah serta kecepatan aliran permukaan dan memperbesar infiltrasi air ke dalam tanah, sehingga mengurangi erosi.
Tumbuhan atau tanaman yang sesuai untuk digunakan sebagai penutup tanah dan digunakan dalam sistem pergiliran tanaman harus memenuhi syarat-syarat (Osche et al, 1961): (a) mudah diperbanyak, sebaiknya dengan biji, (b)  mempunyai sistem perakaran yang tidak menimbulkan kompetisi berat bagi tanaman pokok, tetapi mempunyai sifat pengikat tanah yang baik dan tidak mensyaratkan tingkat kesuburan tanah yang tinggi, (c) tumbuh cepat dan banyak menghasilkan daun, (d) toleransi terhadap pemangkasan, (e) resisten terhadap gulma, penyakit dan kekeringan, (f) mampu menekan pertumbuhan gulma, (g) mudah diberantas jika tanah akan digunakan untuk penanaman tanaman semusim atau tanaman pokok lainnya, (h) sesuai dengan kegunaan untuk reklamasi tanah, dan (i) tidak mempunyai sifat-sifat yang tidak menyenangkan seperti duri dan sulur-sulur yang membelit. (Anonim,1986).
1.2.6.      Penggenangan
Penggenangan efektif untuk memberantas gulma tahunan. Caranya dengan menggenangi sedalam 15 – 25 cm selama 3 – 8 minggu. Gulma yang digenangi harus cukup terendam, karena bila sebagian daunnya muncul di atas air maka gulma tersebut umumnya masih dapat hidup. Teknik penggenangan banyak digunkan pada petani padi, dismping padi membutuhkan banyk air secara ditadk langsun melakukan penggenakan akan mengkibatkan gulma tidak dapat hidup dengan baik.
Pengendalian gulma dengan penggenangan tidak asing lagi bagi tanaman padi di sawah. Padi bukanlah tanaman air sesungguhnya. Akan tetapi karena modifikasi batang, padi dapat beradaptasi dengan  genangan.
Kehadiran gulma di pertanaman memang tidak diinginkan oleh petani. Bedengan cabe ditutup dengan mulsa perak. Penggunaan mulsa perak dapat dikatakan mengendalikan pertumbuhan gulma. Gulma yang tumbuh diluar bedengan dikendalikan dengan penggenangan air.

1.2.7.      Penggunaan bibit unggul
Qamara dan Setiawan (1995), menyatakan bahwa salah satu kunci budidaya terletak pada kualitas benih yang ditanam. Untuk itu diperlukan benih yang memiliki daya kecambah tinggi, sehat murni dan daya persingan yang kuat. Benih yang memiliki persyaratan tersebut diharapkan akan menghasilkan bibit yang benar, seragam sehat mampu bersaing denga OPT. Berdasarkan persyaratan kualitas, benih yang ditanam harus bermutu tinggi. Benih yang bermutu tinggi mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : 1) Daya tumbuh minimal 80 %, 2) Mempunyai unsur yang baik yaitu benih tumbuh serentak, cepat dan sehat, 3) Benih murni minimal 99 %, 4) Campuran benih atau varietas lain maksimal 1 %, 5) Sehat, bernas tidak keriput dan umumnya normal serta seragam, 6) Kadar Air 13 % dan 7) Warna benih terang dan tidak kusam. Selanjutnya dikatakan bahwa program perbenihan menitikberatkan pada penggunaan benih tepat mutu yang ditunjukkan pada labelnya. Agar tidak tertipu oleh label benih, para pengguna benih (terutama petani) hendaknya memahami tentang mutu benih dari komponen-komponennya yang dicantumkan di dalam label benih.
Penggunaan benih bermutu akan memberi banyak keuntungan bagi petani diantaranya akan mengurangi resiko kegagalan budidaya karena benih bermutu akan mampu tumbuh baik pada kondisi lahan yang kurang menguntungkan, bebas dari serangan hama penyakit sehingga dengan demikian hasil panen dapat sesuai dengan harapan (Qamara dan Setiawan, 1995). Sedangkan menurut Hill (1979) dalam Kartasapoetra (1992), bahwa pemakaian benih berkualitas tinggi dapat memberi hasil yang diharapkan, yang menyangkut peningkatan kualitas dan kuantitas produksinya.
1.2.8.      Pemupukan yang tepat
Pemupukan yang tepat akan membuat tanam utama menjadi sehat dan kuat karena kebutuhannya terjamin, dari pemberian pupuk yang tepat maka tanaman utama akan mampu bersaing dengan gulma dan sebagian gulam yang terkena pupuk akan mati karena proses potositesis akan terganggu akibat pupuk menutupi permukaan daun gulma.
1.2.9.      Penggunaan mulsa
Penggunana mulsa sebagi pengendali gulma merupakan teknik yang palihg murah biayanya bahkan ada yang tanpa menggunakan biaya. Mulsa digunakan sebagi penutup tanah yang besal dari limbah tanaman atuh hasil buatan pabrik berupa lastik yang dapat menutup permukaan tanah.



1.3.Mulsa
Penggunaan mulsa  atau serasah adalah teknik konservasi tanah yang tergolong dalam cara vegetatif. Pada teknik ini permukaan tanah di antara barisan tanaman atau di sekitar batang pohon ditutup dengan bahan-bahan berupa sisa tanaman setelah panen, pangkasan tanaman pagar atau larikan pada budidaya lorong.
Dari aspek pengendalian eropsi, peran langsung bahan mulsa adalah melindungi permukaan tanah dari pukulan butir-butir hujan, mempertahankan kelembaban tanah, mencegah tumbuhnya tanaman pengganggu, sedangkan perannya yang tidak langsung adalah memperbaiki struktur tanah. Penggunaan mulsa umumnya dilakukan di daerah-daerah yang sering mengalami kekeringan dan rentan terhadap pertumbuhan gulma. Pilihan  bahan-bahan untuk mulsa tergantung pada bahan-bahan yang tersedia setempat.
Dalam sistem budidaya lorong, biomasa  dari larikan tanaman sering digunakan sebagai mulsa. Di perkebunan seringkali tanaman penutup tanah digunakan sebagai mulsa hidup, terutama di sekitar poghon-pohon yang masih muda yang telah tumbuh dengan baik. Salah satu strategi lainnya adalah meninggalkan sisa-sisa tanaman di lahan setelah panen (misalnya daun pucuk nenas, daun dan batang jagung, jerami padi, dsb). Hal ini akan menjamin  bahwa ada zat-zat hara yang diserap tanaman kembali ke tanah.

Keuntungan

  • Melindungi permukaan tanah dari pukulan langsung butir-butir air hujan serta  mengurangi aliran permukaan, erosi dan kehilangan tanah.
  • Menekan pertumbuhan tanaman pengganggu (gulma) sehingga mengurangi (biaya tenaga kerja untuk penyiangan.
  • Mulsa yang berupa sisa-sisa tanaman menjadi sumber bahan organik tanah
  • Meningkatkan aktivitas jasad renik (mikroorganisme tanah), sehingga memperbaiki sifat fisika dan kimia tanah
  • Membantu menjaga suhu tanah serta mengurangi penguapan sehingga  mempertahankan kelembaban tanah sehingga pemanfaatan kelembaban tanah menjadi lebih efisien.
  • Tergolong teknik konservasi tanah yang memerlukan jumlah tenaga kerja / biaya rendah.

Kelemahan

  • Bahan-bahan mulsa mungkin menjadi sarang berkembangbiaknya penyakit-penyakit tanaman. Namun hal ini masih perlu diteliti bagi setiap bahan mulsa yang digunakan.
  • Tidak dapat digunakan dalam keadaan iklim yang terlampau basah.
  • Mulsa sukar ditebarkan secara merata pada lahan-lahan yang sangat miring.
  • Bahan-bahan untuk mulsa tidak selalu tersedia.
  • Beberapa jenis rumput jika digunakan sebagai mulsa dapat tumbuh dan berakar sehingga dapat menjadi tanaman pengganggu.
Mulsa adalah sisa tanaman, lembaran plastik, atau susunan batu yang disebar di permukaan tanah. Mulsa berguna untuk melindungi permukaan tanah dari terpaan hujan, erosi, dan menjaga kelembaban, struktur, kesuburan tanah, serta menghambat pertumbuhan gulma (rumput liar).
-          Mulsa sisah tanaman
Mulsa ini terdiri dari bahan organik sisa tanaman (jerami padi, batang jagung), pangkasan dari tanaman pagar, daun-daun dan ranting tanaman. Bahan tersebut disebarkan secara merata di atas permukaan tanah setebal 2-5 cm sehingga permukaan tanah tertutup sempurna
Mulsa sisa tanaman dapat memperbaiki kesuburan, struktur, dan cadangan air tanah. Mulsa juga menghalangi pertumbuhan gulma, dan menyangga (buffer) suhu tanah agar tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin. Selain itu, sisa tanaman dapatmenarik binatang tanah (seperti cacing), karena kelembaban tanah yang tinggi dan tersedianya bahan organik sebagai makanan cacing. Adanya cacing dan bahan organik akan membantu memperbaiki struktur tanah.
Mulsa sisa tanaman akan melapuk dan membusuk. Karena itu perlu menambahkan mulsa setiap tahun atau musim, tergantung kecepatan pembusukan. Sisa tanaman dari rumput-rumputan, seperti jerami padi, lebih lama melapuk dibandingkan bahan organik dari tanaman leguminose seperti benguk,Arachis, dan sebagainya.
-          Mulsa fertikal
Mulsa pada umumnya disebar secara merata di permukaan tanah. Tetapi mulsa vertikal adalah mulsa sisa tanaman yang dibenamkan ke dalam tanah secara vertikal untuk mengisi retak-retak dan rengkah pada penampang tanah. Mulsa vertikal cocok untuk tanah yang sering mengalami rengkah di musim kemarau, seperti tanah Vertisols (Grumusol) yang banyak dijumpai pada daerah beriklim kering. Tanah liat Grumusol pada umumnya sulit dan berat diolah. Pada musim hujan tanah ini menjadi liat dan lengket, dan pada musim kemarau mejadi keras dan retak-retak.
-          Mulsa lembaran plastic
Pada sistem agribisnis yang intensif, dengan jenis tanaman bernilai ekonomis tinggi, sering digunakan mulsa plastik untuk mengurangi penguapan air dari tanah dan menekan hama dan penyakit serta gulma. Lembaran plastik dibentangkan di atas permukaan tanah untuk melindungi tanaman.
Mulsa plastik berbentuk tenda untuk tanaman tahunan Pada tanaman pohon-pohonan mulsa plastik dapat dipasang sebagai tenda untuk menghalangi pertumbuhan gulma, mempertahankan kelembaban tanah dan menjaga agar suhu tanah tetap tinggi.
-          Mulsa batu
Di pegunungan batu-batu cukup banyak tersedia sehingga bisa  dipakai sebagai mulsa untuk tanaman pohon-pohonan. Permukaan tanah ditutup dengan batu yang disusun rapat hingga tidak terlihat lagi. Ukuran batu-batu berkisar antara 2-10 cm. Tebalnya lapisan mulsa tidak tertentu, yang jelas permukaan tanah harus ditutupi. Manfaat mulsa batu adalah:
·         Memudahkan peresapan air hujan Mengurangi penguapan air dari permukaan tanah
·         Melindungi permukaan tanah dari pukulan butir hujan
·         Menekan gulma (rumput liar).


1.4.Mulsa Daun dan Batang Pisang
Menurut Purwowidodo (1983) bahwa untuk pemanfaatan pelepah pisang sebagai mulsa sangat jarang ditemukan. Jika daun pisang yang dimanfaatkan sebagai mulsa sudah banyak ditemui. Untuk itu perlu dilakukan pengujian atau pembuatan mulsa dari bahan pelepah pisang. Pelepah pohon pisang memiliki jenis serat yang cukup baik dan biasanya batang/pelepah pisang ini hanya akan menjadi limbah pertanian setelahmelewati proses pemanenan (Anonim,2006).
Prinsip dasar pembuatan mulsa organik mengacu pada proses pembuatankertas. Sedangkan secara garis besar proses pembuatan kertas itu sendiri meliputi tahaptahap antara lain: persiapan bahan baku, pulping, defiberasi, pencucian, penyaringan, pemutihan, dan pencetakan (Smook, 1994).
Tujuan dari penelitian ini adalah membuat mulsa organik lembaran dari bahan utama eceng gondok dan bahan serat pelepah pisang dan menguji sifat fisik mulsa organik lembaran terhadap penggunaanNaOH dan urea (CO(NH2)2)
-          Contoh mulsa :
1.      Mulsa organik (jerami padi, batang jagung, batang kacang tanah, batang kedelai, daun pisang, pelepah batang pisang, daun tebu, alang-alang, dan serbuk gergaji).
2.       Mulsa anorganik (Semua bahan batuan dalam berbagai bentuk dan ukuran : batu kerikil, pasir kasar, batu koral, batu bata, dan batu gravel). Sering digunakan untuk tanaman hias dalam pot
3.      Mulsa kimia sintetis (bahan plastik dan kimia lainnya). Bahan plastik (plastik transparan, plastik hitam, plastik perak, dan plastik perak hitam).  Bahan kimia (emulsi dan sebagai soil conditioner) : bitumin, krilium, aspal, glioksal MW, anionik, dan lateks cair

-          Contoh Mulsa sisa tanaman.

Mulsa ini terdiri dari bahan organik sisa tanaman (jerami padi, batang jagung), pangkasan dari tanaman pagar, daun-daun dan ranting tanaman. Bahan tersebut disebarkan secara merata di atas permukaan tanah setebal 2-5 cm sehingga permukaan tanah tertutup sempurna.
Mulsa sisa tanaman dapat memperbaiki kesuburan, struktur, dan cadangan air tanah. Mulsa juga menghalangi pertumbuhan gulma, dan menyangga (buffer) suhu tanah agar tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin. Selain itu, sisa tanaman dapatmenarik binatang tanah (seperti cacing), karena kelembaban tanah yang tinggi dan tersedianya bahan organik sebagai makanan cacing. Adanya cacing dan bahan organik akan membantu memperbaiki struktur tanah.
Mulsa sisa tanaman akan melapuk dan membusuk. Karena itu perlu menambahkan mulsa setiap tahun atau musim, tergantung kecepatan pembusukan. Sisa tanaman dari rumput-rumputan, seperti jerami padi, lebih lama melapuk dibandingkan bahan organik dari tanaman leguminose seperti benguk,Arachis, dan sebagainya. Jerami mulsa atau bidang jerami ataurumput kering garam yang ringan dan biasanya dijual di bal terkompresi.


BAB III
METODOLOGI

3.1.      Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan di areal kebun percobaan 1 Politeknik Kelapa Sawit Citra Widya Edukasi bertempat di Desa Ciledup, Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi. Penelitian ini dilakukan tepat Tangal April 2015, jam 08:00 WIB(dimulai).
3.2.       Alat dan Bahan
Dalam penelitian ini alat digunakan sebagi pelengkap dan bahan merupakan bahan penelitian, adapun alat dan bahan yang digunakan sebagi berikut :
3.2.1.      Alat
-    Parang, (parang digunakan untuk mencaca batang dan daun pisang dan juga digunakan sebagi alat pengelolah tanah).
-    Karung, (karung digunakan untuk mengangkut bahan keareal penelitian).
-    Cangkul (digunakan sebagai alat mengkelolah tanah).
3.2.2.      Bahan
-          Daun Pisang (sebagi mulsa)
-          Batang Pisang (sebagai mulsa)
-          Tanah (areal penelitian)
-          Gulma (Hadir setelah percobaan berlangsung)
-          Pena dan buku
-          Patok
-          Meteran
3.3.      Perlakuan Percobaan
Pada penelitian ini dilakuakan 1 perlakuan dan 1 bedengan sebagai control. Adapun perlakuan ini memiliki satu ulangan sehingga terjadi 3 bedengan. Pada bedengan 1 ditentukan sebagi control, begengan 2 sebagai percobaan 1 dan bedengan 3 sebagi ulangan. Pada bedengan 1 tidak diberikan mulsa dan bedengan 2 dan 3 diberikan full mulsa daun pisang dan batang bisang yang telah dicaca.


3.4.      Prosedur Percobaan
3.4.1.      Persiapan Areal Percobaan
Persiapan areal percobaan merupakan arean yang telah disepakati bersama untuk ditempati penelitian, adapun kegiatan periapan areal ini dilakuakan pembersihan lahan sebelum dilakukan pengukuran dan penggelolaan tanah.

3.4.2.      Persiapan bedengan
Persiapan bedengan dibagi beberapa tahap yaitu : 1). Pengukuran bedengan, 2). Pengelolaan tanah pada bedengan, dan 3). Penyelesaian (pembersihan bedengan secara total, bersidari gulma).
3.4.3.      Persiapan mulsa
Persiapan mulsa dilakukan setelah dan sementara bedengan dipersiapkan, adapun kegiatannya :
-          Pengambilan dan pengumoulan batang dan daun pisang (3 pohon pisang)
-          Pencacahan batang dan daun pisang
-          Masukkan mulsa kedalam karung
-          Bawah mulsa ke areal penelitian
3.4.4.      Aplikasi mulsa
Mulsa daun dan batang pisang yang telah dicach dimasukkan kedam karung dan dibawah ke areal penelitian. Mulsa tersebut yang telah siap diaplikasi ditabur pada bedengan 2 dan 3 sebagai perilakuan dan percobaan.
3.5.      Parameter Pengamatan
3.5.1.      Daya tumbuh gulma
Pengamatan penelitian awal dilakukan pada hari Rabu, 25 Maret 2015 daya tumbuh gulma untuk ulangan 1 dan 2 tidak ditumbuhi gulma, Tanahnya lembab dan mulsa mongering, sedangkan  untuk kontrol tidak tumbuh gulma,tanahnya lembab.
Pengamatan akhir Rabu,08 April 2015 daya tumbuh gulma  untuk ulangan 1 gulmanya tumbuh 320 gulma dan ulangan 2 gulmanya tumbuh 429 gulma, tanahnaya lembab dan basah sehingga banyak organisme seperti rayap dan ulat, sedangkan untuk kontrol gulmanya tumbuh 130 gulma,tanahnya lembab.


3.5.2.      Identifikasi Gulma
Penelitian ini mengidentifikasi gulma Boreria Latifa tumbuh gulma 40%, gulma Axonopus Konpersus tumbuh gulma 20%, dan gulma Urena Lobata tumbuh gulma 40% di bedengan, pengamatan ini dilaksanakan Sabtu,11 April 2015
3.5.3.      Berat Kering Gulma
Pada hari kamis tanggal 09 april 2015 ditimbang gulmanya dan dimasukkan kedalam oven dan dibiarkan selama 3 hari ,setelah 3 hari maka pada hari sabtu tanggal 11 april 2015 pada jam 04 di timbang berat kering.

Tabel bobot kering gulma
kontrol
Ulangan I
Ulangan II
0,430
0,378
0,993




BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.Daya Tumbuh Gulma
Tabel. Penelitian
Perlakuan
Hari ke-
2
4
6
8
10
12
14
16
Kontrol
-
-
6 gulma
75
gulma
89
gulma
120 gulma
125 gulma
130 gulma
Ulangan 1
-
-
62 gulma
266 gulma
296 gulma
299 gulma
305 gulma
320 gulma
Ulangan 2
-
-
52 gulma
260 gulma
342 gulma
421 gulma
427 gulma
429 gulma







Penelitian ini dilakuakan pada 7 maret 2015 dan hari kedua tanggal 9 dilkukan penelitian. Adapun penjelasan tebel diatas sbb :
-          Pada pengamatan pertama dan kedua tidak terdapat gulma yang tumbuh hal ini dapat sebabkan oleh tebalnya mulsa yang telah diberikan meski pada hari sebelumnya terjadi hujan.
-          Gulma terdentifikasi pada pengamatan ke-3 tepat pada hari ke-enam, jumlah gulma pada bedengan control sebanyak 6 gulma, pada bedengan ulangan 1 terdapat 62 gulma dan ulangan 2 terdapat 52 gulma.
Jumlah gulma yang terbanyak terdapat pada ulanagn 2 dan 1, hal ini dapat sebabkan oleh jenis gulma, pengaruh cuaca dan asal usul mulsa. Pada bedengan control tidak terdapat banyak gulma hal ini dapat dikarenakan oleh areal tidak lembab dan penyinaran matahri yang tinggi.
-          Pada pengamatan ke-4 bedengan control mengalami kenaikan draktis dari 6 gulma menjadi 75 gulma. Seperti juga terjadi pada bedengan ulangan satu dan dua. Peningkatan yang draktis ini dikarenakan dari kelembapan yang dihasilkan mulsa dan waktu dormansi gulma telah habis.
-          Peningkatan gulma pada bedengan control dari pengamatan 10-16 mengalami grafik yang meningkat tetapi stabil hanya mengalami kenaikan
-          Peningkatan gulama pada bedengan ulangan lebih banyak dari bedengan ulangan sapat disebabkan oleh pada saat pengambilan mulsa dan pencacahan mulsa kemungkinan banyak biji gulma yang terangkut karena batang dan daun pisang hanya diseret saja..

4.2.Identifikasi Gulma
I           dentifikasi gulma dilukan dengan cara menghitung satu persatu gulma dan pada akhir penelitian dilakaukan pencabutan gulma. Kesulitan dalam identifikasi gulma ini disebabkan oleh kecilnya gulma dan banyaknya jumlah mulsa. Akibat dari kecilnya gulma maka untuk mengetahui jenis gulma sangat sulit.
4.3.Berat Kering Gulma
kontrol
Ulangan I
Ulangan II
0,430
0,378
0,993



Table diatas menunjukkan hasil berat kering dari penelitian kami, dari setiap bedengan. Perbedaan berat kering ini dikarenakan oleh jumlah gulma meski pada ulangan I dan II tidak jau berbeda tetapi berat kering gulma sangat berbeda (Ulangan II 0,993 dan ulanag I 0,378).
Pada berat kering control memiliki berat kering yang lebih besar dari ulangan I disebabkan oleh jenis gulam, ukuran gulma dan kesuburan gulma. Ulangan II memiliki bobot yang terbesar karena terbanyak gulmanya.

4.3.   Kondisi areal percobaan dan keadaan fisik mulsa
Keadaan dan kondisi areal sangatlah berpengaruh terhadap penelitian ini karena kondisi areal akan mempengaruhi tingkat kesuburan gulma. Konsi sreal yang kami gunakan sedikit mengalami kondi rumit dikrenakan jumlah penganggu banyak (ayam). Kondisi areal mempengaruhi sifat fisik mulsa terbukti pada mulsa kami mengalami perubahan yang sangat draktis pada pengamatan 4 dikarenakan cuaca yang lumayan panas sehingga jumlah air pada mulsa terjadi penguapan.
Jenis gulma yang tumbuh dipengaruhi juga oleh areal karena disekeliling telah dilakuakan penellitian yang sama tetapi mulsanya yang berbeda.


BAB V
PENUTUP

5.1.   Kesimpulan
Sangat banyak terjadi hal-hal yang dapat dijadikan suatu hal yang baru maka kami mengambil sesimpulan sebagi berikut :
-          Berat kering gulma dipengaruhi dari jumlah, kesubuaran gulma dan jenis gulam
-          Areal sekeliling memiliki pengruh penting terhadap pertumbuhan gulma dan mempengaruhi mulsa.
-          Mulsa daun pisang dan batang pisang sangat bagus jika menginginkan manfaat untuk menjaga suhu tanah katena mulsa ini memiliki kandungan air yang banyak.
-          Sangat sulut menggunakan mulsa ini pada perkotaan dan arean yang luas krena batang bisang dapat kita ambil ketika telah berbuah dan telah matang.
5.2.   Saran
-          Dalam penggunaan mulsa harus memilih sesuai dangan areal yang digunakan.
-          Dalam pengelolaan tanah dan mulsa harus memikirkan segala aspek.


Lampiran
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam pembuatan mulsa organik antara lain :
• Eceng gondok, sebagai bahan utama.
• Pelepah pohon pisang raja bulu, sebagai bahan serat.
• NaOH dan urea, sebagai bahan pengurai serat.
• Air, digunakan pada proses homogenisasi.
• Minyak tanah, digunakan sebagai bahan bakar kompor.Peralatan yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini antara lain :
• Timbangan digital, untuk menimbang berat komposisi bahan.
• Gunting dan pisau, untuk memperkecil ukuran bahan.
• Gelas ukur, untuk menentukan volume air
• Blender, untuk menghaluskan dan menghomogenkan bahan.
• Sterofom dan kain, untuk mencetak mulsa yang akan dibuat.
• Saringan, untuk menyaring pulp.
• Kompor, digunakan dalam proses homogenisasi.
• Panci, untuk wadah bahan yang akan dihomogenkan.
• Brazilliant test, untuk mengukur ketahanan penetrasi dan tegangan tarik mulsa.
• Jangka sorong dan mistar, untuk mengukur dimensi lembaran mulsa .
• Ember, sebagai wadah air pencucianNaOH dan urea.
Rancangan Penelitian
Penelitian ini disusun secara faktorial dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL)yang terdiriatas dua faktor dan dua ulangan.Faktor tersebut antara lain :
1. Kombinasi eceng gondok dan pelepaha pisang dengan variasi K1 (Eceng gondok100%+0% pelepah pisang), K2 (Ecenggondok 90%+10% pelepah pisang), K3 (Eceng gondok 80%+ 20% pelepah pisang) K4 (Eceng gondok 70% + 30%
pelepah pisang)2 Konsentrasi Urea (CO(NH2)) 1% danNaOH 1% (B2). Panjang serat pelepahpisang setiap kombinasi perlakuan adalah1 cm.



Pembuatan Mulsa Organik
1. Pembuatan cetakan
 Siapkan sterofom dan kain, lubangi sterofom dengan ukuran 30 cm x 50 cm kemudian lapisi bagian atas sterofom dengan kain.
2. Persiapan Alat dan Bahan
 Siapkan eceng gondok, pelepah pisang, NaOH dan urea serta alat-alat yang akandigunakan.
3. Pemotongan, Penimbangan
Untuk berat total bahan mulsa setiap kombinasi perlakuan 600 g. Timbang eceng gondok segar sebanyak 600 g; 540 g; 480 g dan 420 g kemudian dipotongpotong.
Timbang bahan serat pelepah pisang sebanyak 60 g; 120 g dan 180 g lalu digunting atau dipotong pendek dengan ukuran 1 cm  serta timbang NaOH dan urea sebanyak 6 g.
4. Pulping
 Eceng gondok diblender selama 15 menit dan pelepah pisang diblender selama 20 menit dengan tambahan air secukupnya pada setiap penghalusan, lalu diperas dengan untuk diambil ampasnya.
5. Penguraian serat
a. Ampas dari kedua bahan dicampur  pada panci. Selanjutnya direbus dengan penambahan air sebanyak 2000 ml dan lakukan penambahan 6 g NaOH Kristal sesuai dengan kombinasi perlakuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Begitu juga pada pelakuan penambahan urea 6 g. Perebusan dengan diaduk
sampai mendidih selama  30 menit dengan api stabil.
b. Bila suhu bahan telah mencapai 100 o
C, api mulai dikecilkan untuk menstabilkan suhu bahan danmenghindari terjadinya gosong didasar panci.
c. Jika sudah mencapai 30 menit, panic diturunkan dari api dan segera tiriska dengan tutup rapat-rapat hingga dingin.
6. Pencucian.
a. Setelah dingin, cuci serat-serat yang dihasilkan dan dibilas dengan menggunakan air bersih sebanyak ± 15liter agar kandungan tanah, NaOH dan urea hilang.
b. Peras serat-serat yang telah dicuci bersih, kemudian disaring.
7. Pembuburan Pulp dimasukkan ke dalam blender dengan tambahan air secukupnya dan dihaluskan selama ± 30 detik, lalu dipanaskan kembali selama 5 menit.
8. Pencetakan dimulai dengan memasukkan bubur yang telah jadi dalam keadaan masih panas dan diratakan didalam sterofom yang sudah dilapisi kain tadi. Setelah itu ditiriskan hingga dingin dan bahan tidak jenuh dengan air lagi. Kemudian ditekan dengan tekanan tetap sebesar ± 10 kg pada cetakan hingga air di dalam serat keluar.
9. Pengeringan
 Pengeringan tidak memakai sinar matahari  langsung karena akan menyebabkan lembaran mulsa bergelombang karena panas yang tidak merata. Setelah kering lakukan pembebanan pada mulsa agar lembaran mulsa tidak bergelombang.
Parameter Pengamatan
Parameter pengujian kekuatan dan ketahanan mulsa organik lembaran yang akan dilakukan adalah uji tegangan normal dengan menggunakan braziliant test (N/cm2), daya serap mulsa terhadap air (%),uji  vilensky, rendemen mulsa organik (%), jumlah lubang pada mulsa lembaran, dan kadar air mulsa (%).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Eceng gondok dapat dipergunakan  sebagai mulsa dengan tambahan bahan serat pelepah pisang. Mulsa yang didapat berbentuk lembaran dengan ukuran 50 cm, lebar 30 cm, tebal 0,015 cm - 0,09 cm dan memiliki berat rata-rata 25,874 gam.

Tegangan Normal Mulsa (N/cm2)
Perlakuan kombinasi bahan tidak  memiliki pengaruh yang nyata pada taraf 0,05 dan disajikan pada Tabel 1. Hasil pengamatan pengaruh perlakuan kombinasi eceng gondok dan pelepah pisang terhadap tegangan normal  mulsa (N/cm)disajikan pada Gambar 1. Tabel 1. Pengaruh perlakuan penggunaan bahan pengurai serat terhadap tegangannormal mulsa (N/cm2).
PerlakuanTegangan UreaNaoHNormal (N/cm 166,372 271,2162) Notasi(0,05)
*angka rata-rata yang didampingi oleh huruf-huruf
yang sama menunjukan pengaruh yang tidak berbeda
nyata dengan uji BNT 5% = 64,981



Daftar Pustaka

-          Hamilton, L.S. dan P.N.King, 1997. Daerah Aliran Sungai Hutan Tropika (Tropical Forested Watersheds). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
-          Harsono, 1995. Hand Out Erosi dan Sedimentasi. Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
-          Mawardi, M., 1991. Hand Out Hidrologi Pertanian. Program Studi Mekanisasi Pertanian Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
-          Sinukaban, N. 1994. Membangun Pertanian Menjadi Lestari dengan Konservasi. Faperta IPB. Bogor.
-          Anonim, 1986. Petunjuk Pelaksanaan Penyusunan Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi tanah. Departemen Kehutanan. Jakarta.
-          Widya riska, Teknologi Produksi Tanaman. Tugas 2010
-          Herdajanti Henny. Mengelola OPT Kelapa Sawit Secara Bijak Menuju Kehidupan Berkelanjutan PT Perkebunan Nusantara VI (Persero)2014.
-          http://dinaspertaniantph-hss.net/?p=5084 Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kab. Hulu Sungai Selatan
-          Riri Fithriadi dkk (Peny) (1997). Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering di Indonesia; Kumpulan Informasi. Hal 80 -81. Jakarta: Pusat Penyuluhan Kehutanan.
-           


Anonim, 1987. Evaluasi Bibit dalam Pengujian Daya Tumbuh Laboratorium Pusat. Sub Direktorat Pengawasan Mutu dan Sertifikasi Benih. Direktorat Bina Produksi Tanaman Pangan, Jakarta.
_____,1992. Teknologi Benih. PT. Rinneka Cipta, Jakarta.
_____,1999. Kebijakan Pembangunan Pertanian, Departemen Pertanian. Jakarta.
_____,2000. Pedoman Umum Analisis Mutu Benih. Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, Direktorat Bina Perbenihan, Jakarta.
Baihaki, A 1996. Prospek penerapan “Breeder Right” di Indonesia, dalam Sumarno ,Hari Bowo, B. Priyanto, Nova Agustin dan Widi Wiryani (Ed). Prosiding Simposium Pemuliaan Tanaman IV. Vol V. (9):1-16. Univ.Pembangunan Nsional. Surabaya.
Camacho-Bustos, S. 1987. Managing Fruit-tree Nurseries. International Agricultura
Development Service 6p.
Departemen Pertanian, 2001. Undang-undang RI nomer 29 tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman.
Hadi S. dan Baran, W. , 1995. Keterkaitan dunia pendidikan tinggi dengan industri perbenihan dalam penyediaan pangan nasional. Prosiding Seminar Sehari Perbenihan menghadapi Tantangan Pertanian Abad XXI. Keluarga benih vol.VI(1):25-34.
Kartasapoetra, A.G. 1992. Teknologi Benih. Rinneka Cipta Saputra, Jakarta.
Kuswanto, H., 1994. Produksi dan distribusi benih. Forum komunikasi dan antar peminat dan ahli benih. Balittas. Malang.
Qamara, W., dan A, Setiawan S. 1995. Produksi Benih. Bumi Aksara, Jakarta.
Sadjad, S. 1981. Peranan benih dalam usaha pengembangan palawija 1. Buletin Agronomi XII (1): 12-15.
Sumarno, D. M. Arsyad, dan I. Manwan. 1990. Teknologi usaha tani kedelai. Risalah Lokakarya Pengembangan Kedelai.Puslitbangtan Bogor, Hal. 23-49.
Sutopo, L. 1993. Teknologi Benih. PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta.
Wahyu, Q., dan Asep S., 1995a. Produksi Benih. Bumi Aksara, Jakarta.
-          Wirawan, B., dan Sri Wahyuni. 2002. Memproduksi Benih Bersertifikat. Penebar Swadaya, Jak
 

By Mohd Zainal Bin Abdul Karim


1 komentar: