Sabtu, 20 Juni 2015

Tanaman Menghasilkan Kelapa Sawit (Item pekerjaan)



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar belakang

Kebutuhan pangan saat ini sangtalah menujak tinggi, mau itu berupa makanan instan atau alami. Sehingga mengakibatkan permintaan bahan mentah semangkin tinggi mencapai kenaikan grafik 30% pertahun. Hal ini diakibatkan semakin tinggi populasi manusia diseluruh dunia, oleh karena itu kenaikan permintaan bahan menta berdampak pada petani dan perkebunan.
Kenaikan permintaan bahan ini menjadi tanggung jawab pemerintah untuk merangsang petani dan perkebunan untuk menyiapkan permintaan pasar agar Negara dan masyarakatnya sejahtra. Upaya  ini sangatlah disambut rama para petani dan perkebunan karena akan menambah hasil pemasukannya.
Salah satu tanaman atau hasil perkebunana yang sangat menghasilkan adalah kelapa sawit, dimana kelapa sawit merupakan salah satu pemasuk infes yang terbesar bagi Negara. Industry sawit juga merupakan bagian dari penyumbang lapangan pekerjaan yang dapat memberikan kesejahtraan kepada masyarakat, selain dari itu hasil dari kelapa sawit sangatlah banyak antaranya minyak nabati.
Kelapa sawit (elaies guinnensis) adalah salah satu jenis tanaman dari famili palma yang menghasilkan minyak nabati yang dapat digunakan dalam hidup sehari-hari.dari sekian banyak tanaman menghsilkan minyak dan lemak,kelapa sawit adalah tanaman yang produktifitas menghasilkan minyak tertinggi,dimana tanaman kelapa hanya menghasilkan sepertiga (700-1000 kg daging buah kelapa/ha) dari produksi kelapa sawit (2000-3000 kg TBS/ha).
                 



Minyak sawit digunakan sebagai bahan baku antaranya ialah:minyak makan,margarin,sabun,kosmetic dan industri farmasi.minyak sawit dapat digunakan untuk begitu beragam peruntukannya karna keunggulan sifat yanmg dimilikinya yaitu tahan oksidasi dengan tekanan tinggi,mampu melarutkan bahan kimia yang tidak larut oleh bahan pelarut lainnya, mempunyai daya melapis yang tinggi dan tidak menimbulkan iritasi dalam bidang kosmetik.
                  Kelapa sawit saat ini telah menjadi pionir dalam dunia pertanian di Indonesia, hal itu dikarenakan telah terjadinya peningkatan harga TBS yang luar biasa, yaitu mencapai Rp. 1550/kg TBS. Meskipun kenaikan harga TBS juga turut diikuti oleh kenaikan harga input  produksi seperti pupuk, tenaga kerja, pestisida dan alsintan, tetapi secara secara total peningkatan harga tbs tetap memberikan tambahan pendapatan yang sangat menguntungkan para pekebun.
1.2.Tujuan
v  Mengenal Tanaman Kelapa Sawit
v  Mengetahui cara pemeliharaan
v  Untuk memahami bagai mana memiliharaan tanaman kelapa sawit
v  Mengetahui item pekerjaan perkebunan
1.3.Manfaat
v  Dapat melakukan pemeliharaan dengan cara yang benar
v  Dapat mengatur jadwal item pekarjaan yang sesuai dan teratur.







BAB II
PEMBAHASAN

2.1. SENSUS
2.1.1.      Pengertian Sensus
Sensus merupakan salah satu item pekerjaan yang sangat penting item pekerjaan ini digunakan dari saat mulah pembukaan lahan yang memiliki tujuan yang sama dengan sensus yang lainnya tetapi manfaatnya yang membedakannya
Sensus tanaman pada tanaman menghasilkan (TM) adalah kegiatan mendata jumlah tanaman yang hidup normal dan produktif didalam suatu areal yang sudah di tata ruang (blok).

2.1.2.      Jenis – Jenis Sensus

1.      Sensus Pokok
Sensus pokok kelapa sawit adalah kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai keadaan sawit yang sebenarnya dalam areal atau dalam perkebunan sering di sebut dengan istilah blok . Kegiatan  sensus  pohon  dilakukan  setiap  tahun pada tanaman menghasilkan (TM),  hal  ini  agar  data  jumlah  pohon termonitor,  sehingga  tidak  salah  dalam  menentukan  kebijaksanaan  operasional, terutama pemupukan. Sedangkan pada tanaman belum menghasilkan, kegiatan sensus dilakukan pada umur 2, 6, dan 10 bulan setelah tanam.
Kegiatan  sensus  pohon  bertujuan  untuk  menghitung pohon  yang  produktif  dan  non  produktif  serta  untuk  memonitoring  efektifitas  panen  dengan  melihat  pola  tanam yang  sudah  ditanam. Adapun tujuan hasil sensus adalah kemudahan mengelola kebun, antara lain:
1.    Mengetahuai  Jumlah tanaman dewasa yang hidup normal dan produktif.
2.    Tanaman dewasa yang unproduktif .
3.    Tanaman dewasa yang abnormal karena genetis ( chimera, crown disease, erect, juvenil, aborsi,giant, flat top).
4.     Titik tanaman yang kosong atau tanaman yang mati.
5.    Tanaman yang terserang hama dan penyakit.
6.     Umur  dan jumlah tanaman sisip
7.    Sebagai dasar perhitungan Budjet pemupukan

2.      Sensus Panjang Pelepah
Sensus panjang pelepah adalah sensus untuk mengetahui pertumbuhan vegetatif tanaman kelapa sawit yang dilihat dari pertumbuhan pembentukan pelepah yakni jumlah pelapah, panjang pelepah, dan jumlah anak daun. Tanaman yang berumur tua jumlah pelepah dan anak daun yang dihasilkan lebih banyak, pelepah yang terbentuk juga lebih panjang dibandingkan dengan tanaman yang masih muda. Hal ini berkorelasi positif terhadap ketersediaan makanan bagi tanaman karena pelapah berfungsi sebagai tempat berlangsungnya proses fotosistensis.
Kegiatan pengukuran pertumbuhan merupakan upaya untuk memperoleh data tingkat pertumbuhan dan kondisi tanaman.
Caranya yaitu mengukur panjang pelepah pada berbagai umur. Data hasil pengukuran tersebut akan dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan.




Tabel 1. Standar Panjang Pelepah
Umur (Bulan setelah tanam)
Pelepah yang diukur
Panjang pelepah
Bibit lokal (cm)
Bibit dami (cm)
6
Pelepah ke 3
130 – 140
150 – 160
12
Pelepah ke 3 dan 9
160 – 180
180 – 220
18
Pelepah ke 3 dan 9
220 – 240
240 – 270
24
Pelepah ke 9 dan 17
270 – 290
290 – 320
Sumber : PT. IMC (2011). Standar Operasional Prosedur Agronomi
Waktu pengukuran pertumbuhan tanaman kelapa sawit belum menghasilkan, mengikuti ketetapan dari bagian agronomi kebun, yaitu ditentukan sebagai berikut:
Tabel 2. Jadwal Pengukuran
Pengukuran
Waktu
Pertama
6 bulan sesudah penanaman
Kedua
12 bulan sesudah penanaman
Ketiga
18 bulan sesudah penanaman
Keempat
24 bulan sesudah penanaman




Cara pengukuran pertumbuhan tanaman dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
 Posisi pelepah yang diukur disesuaikan dengan umur tanamannya, yaitu :
Tabel 3. Pelepah yang diukur
Bulan sesudah penanaman
Pelepah yang akan diukur
6
Pelepah 3
12
Pelepah 3 dan 9
18
Pelepah 3 dan 9
24
Pelepah 9 dan 17
           
Posisi pelepah dihitung mulai dari titik tumbuh, pelepah nomor 1 yaitu pelepah yang telah mekar bukan yang masih nguncup.
Pohon yang dipilih untuk diukur panjang pelepahnya yaitu  ± 36 pohon per blok 30 ha. Penentuan pohon yang akan diukur dilakukan per 10 baris. Dimulai dari baris ke 10 pohon ke 5 dari pinggir jalan, dilanjutkan pohon ke 15 dan pohon ke 25.
Pohon yang diukur harus pohon normal dan bukan sisipan. Apabila pohon yang akan diukur terletak pada titik kosong atau abnormal/sisipan, maka pengukuran dilakukan pada pohon normal disebelahnya da lam barisan.
3.      Sensus Unproduktif
Sensus un-produktif dilakukan agar mengetahui persentase atau banyaknya pohon yang sudah dapat dipanen, sensus un-produktif dilakukan dengan cara mengamati setiap pohon yang telah memiliki jumlah bunga jantan dan betina sebanyak 4 bunga per tandan. Sedangkan sensus panjang pelepah dilakukan agar mengetahui pertambahan pertumbuhan tanaman.



Salah satu sensus terpenting adalah sensus unproduktif, mengapa demikian karena jika kita tidak mengetahui apakah tanaman kita produktif akan tidak maka dampaknya adalah kerugian. Kelapa sawit tidak akan berproduksi maksimal atau bahkan bisa mati jika tidak dirawat.
Banyak faktor yang menyebabkan tanaman kelapa sawit tidak tumbuh secara efektif, bisa dilihat dari pemilihan benih yang salah dan faktor lingkungan yang tidak mendukung pertumbuhan tanaman kelapa sawit, seperti iklim, curah hujan, dll.Serta faktor yang takkala pentingnya adalah ketersediaannya unsur hara dan air bagi tanaman.Ada beberapa faktor yang menyebabkan tandan kelapa sawit gagal berkembang. Hal ini disebabkan oleh serangga penyerbuk tidak ada, karbohidrat yang kurang, variasi iklim dan serangan hama dan penyakit.
Oleh karena itu, pada saat masa TBM untuk menghindari tanaman produktif yang akhirnya akan merugikan perusahaan perlu disensus dengan sensus tanaman produktif, agar perusahaan akan mengambil tidakkan apakah tanaman akan ditingkatkan perawatannya ataupun malah sebaiknya ditumbang.
Jika sensus tanaman unproduktif dilakukan setelah transplanting, maka data sensus unproduktif akan dilakukan untuk melakukan kastrasi dengan cara pemotongan bunga jantan dan betina agar tanaman tidak menghasilkan pada umur muda, sehingga tujuannya untuk merangsang pertumbuhan vegetatif tanaman, menghilangkan sumber infeksi hama dan penyakit, serta memperoleh tandan buah yang lebih besar serta munculnya keseragaman tanam hingga mudah dalam persyaratan di pabrik. (Fauzi, dkk, 2012)



Jika dalam 1 devisi, ada 1 blok yang mengalami kemunduran produksi akibat kurangnya serangga penyerbuk, menyebabkan satu pohon kehilangan 2 janjang kelapa sawit dari normalnya produksi, jika tidak dilakukan sensus dan tidak diberi tindakkan lanjutan maka, perusahaan rugi sebagai berikut:
-          Jika harga TBS = 1000/kg
-          SPH = 128/ha, BJR = 4 kg.jika normalnya 4 janjang per tandan
-          Maka, kerugian = 128 x 4 kg x 2
= 1024 kg/ha x Rp. 1000
= Rp. 1.024.000,00 x 30ha
= Rp. 30720000 / 1 blok
Maka untuk menghindari kerugian akibat tanaman unproduktif maka dilakukan sensus tanaman unproduktif .
Contoh lain :
Cara melakukan sensus pokok kelapa sawit adalah :
 1. Petugas sensus berjalan di pasar rintis dan arah berjalan menurut arah barisan kelapa sawit.
2. Pada saat berjalan petugas melakukan pengamatan sensus terhadap :
 *   4 (empat) barisan pokok untuk TBM tahun I dan TM.
 *   2 (dua) barisan pokok untuk TBM tahun II dan III.
3. Satu tim sensus terdiri dari 2 (dua) orang, yaitu 1 (satu) petugas pencatat dan 1 (satu) petugas pengecat/penghitung.
4. Cara  kerja  petugas  pencatat (A)  dan  petugas  pengecat (B)




5. Petugas A mensensus 4 barisan pokok I (baris 1,2,3,4) dan langsung menuliskan hasil perhitungan pokok di pelepah dengan pensil.  Penomoran hasil perhitungan seperti contoh di bawah ini :
 2   ---> nomor barisan  
 32 --->  n jumlah pokok hidup
 1   --->    n jumlah pokok mati/kosong
 6. Petugas B langsung mengecat hasil sensus pada 4 pokok terluar pada 4 baris I tadi sesuai dengan tulisan yang dibuat oleh petugas A.Demikian seterusnya sampai semua baris dalam blok yang akan di sensus selesai di sensus pokok kelapa sawit yang ada. biasanya satu tim dapat mengerjakan 20-30 ha/Hari.
Berikut contoh perhitungan sensus pokok ;
1.      Diketahui ; Sph= 136
Luas areal = 750 ha
Actual di lapangan 120 pokok         hilang 16 pokok
Harga 1 kg pupuk Rp. 3000,-
a.       Budget kehilangan 16 pokok ?
= 750 ha x 16 pokok
= 12.000 pokok hilang
b.      Kerugian Budget pemupukannya
-          1 kg/pkk = 1kg x 12000
= 12000 kg
-          10 jenis pupuk = 10 x 12000
                                            = 120.000 kg pupuk
-          Dilakukan dalam 2 rotasi = 120.000 kg pupuk x 2
                                          = 240.000 kg pupuk
-          Harga pupuk = Rp 3000,- x  240.000 kg
                      = Rp. 720,000,000
Jadi jika kita tidak melakukan sensus pokok dengan baik maka menimbulkan kerugian sebesar Rp. 720,000,000
Sensus kedua pada TM adalah sensus produksi. Sensus ini bertujuan untuk mengetahui angka kerapatan panen dengan cara menghitung taksasi produksi dan menghitung transportasi. Berikut contoh perhitungan taksasi produksi :
2.      Diketahui : Sph = 136
                    Luas areal = 750 ha
                    Bjr= 3 kg
                    Produksi setiap 5 baris
a.       Berapa taksai 750 ha ?
-          1 ha = 136/ 5 baris
        = 27 pokok
        = 27 pokok x 3 kg
        = 81 kerapatan panen
                Jadi 750 ha x 81 kp = 60 ton 75 kg
2.2.   PIRINGAN
Piringan merupakan daerah yang berada di sekitar pokok kelapa sawit yang berbentuk lingkaran dengan diameter ± 4 m. Pada setiap pokok kelapa sawit harus di beri piringan dengan Tujuan :
1.      Memudahkan dalam proses pemanenan.
  1. Memudahkan dalam pengutipan brondolan & perawatan tanaman.
  2. Mencegah terjadinya Hama & Penyakit pada tanaman.Khususnya hama yang menyerang buah yaitu: Ulat Terataba
Dalam pembuatan piringan biasanya dilakukan secara manual terlebih dahulu setelah itu dilakukan secara chemis. Dengan manual biasanya untuk membentuk piringan pada pokok sesuai dengan diameter yang di tentukan,dengan membabat gulma yang tumbuh di sekitar piringan.
Setelah piringan pada setiap pokok sudah mulai terbentuk kemudian dilakukan secara chemis dengan menyemprot gulma yang tumbuh dengan larutan herbisida.Apabila pada setiap pokok sawit sudah di beri piringan dapat memudahkan pemanenan & sekitar pokok sawit tidak terlihat gulma yang tumbuh sehingga pokok sawit dapat mampu menyerap berbagai unsur hara di sekitar piringan.
Lebar piringan menurut umur kelapa sawit :
1.      Tanaman umur 2-6 bulan lebar piringan jari jari 60-65 cm,
  1. Tanaman umur 6-12 bulan lebar piringan jari jari 75-70 cm,
  2. Tanaman umur 12-24 bulan lebar piringan jari jari 100-110 cm,
  3. Tanaman umur 24-36 bulan lebar piringan jari jari 100-125 cm,
  4. Tanaman umur lebih dari 24 bulan laebar piringan jari jari 200 cm.
2.3.   GAWANGAN
Ada dua jenis pengendalian gawangan, ada yang dengan cara manual dan ada yang kimia.Perdana (2009) Gawangan manual adalah kegiatan pemeliharaan gawangan terhadap gulma berkayu. Gawangan manual meliputi babat tanaman pengganggu (BTP) dan dongkel anak kayu (DAK).
Gawangan manual memerlukan cados, parang, dan batu asah. Teknis pelaksanaan gawangan manual dengan cara membabat gulma berkayu. Sasaran gulma berkayu adalah Chromolaena odorata (krinyuh), Clidemia hirta (haredong), kentosan (anakan sawit liar), Lantana camara (tahi ayam) dan Melastoma malabathricum (senduduk). Standar kerja gawangan manual adalah 0.5 ha/HK.
Gawangan kimia merupakan penyemprotan dengan bahan kimia (herbisida) terhadap gulma yang berada di gawangan. Tidak semua gulma harus diberantas, misalnya rumput-rumput dan tanaman setahun lainnya yang berakar dangkal dan tidak tumbuh tinggi, seperti pakis kinta (Nephrolepis biserrata) di gawangan TM masih ditoleransi.
Tanah yang gundul (bebas dari vegetasi) tidak diinginkan karena mendorong terjadinya erosi yang merugikan. Alat semprot yang digunakan adalah knapsack sprayer bermerek “Solo” bernozel kuning atau merah sesuai keadaan gulma. Herbisida yang digunakan adalah Metafuron 20 WP dengan bahan aktif Metil Metsulfuron dengan konsentrasi 0.016 % dan dicampur dengan Gramoxone dengan bahan aktif Diklorida Paraquat dengan konsentrasi 0.2 %. Contoh di Minamas Plantation standar kerja gawangan kimia ini adalah 5 ha/HK. Prestasi kerja penulis rata-rata 2.33 ha/HK selama enam hari kerja dan prestasi kerja karyawan rata-rata adalah 2.53 ha/HK.
Teknis pelaksanaan menerapkan pembuatan larutan induk dengan tujuan mempercepat pencampuran, mudah dibawa, dan tepat dosis. Teknis pelaksanaan pembuatan larutan induk pada gawangan kimia yaitu terlebih dahulu memasukkan Metafuron 20 WP sebanyak 250 gram ke jerigen volume 20 liter, kemudian ditambahkan 2.5 liter air, kemudian ditambahkan Gramoxone sebanyak 3 liter dan larutkan dengan air sebanyak 3.7 liter. Lalu, ditambahkan air hingga volume jerigen penuh (± 20 liter). Aplikasi pengambilan larutan induk untuk gawangan kimia sebanyak 200 ml/kap dengan alat semprot knapsack sprayer bervolume 15 liter.





2.4.   LALANG
Catatan pentik jika perkebunan yang terawatt baik seharusnya ilalang tidak terdapat lagi pada TBM.
Lalang (Imperata cylindrica) termasuk salah satu dari sepuluh gulma penting yang paling merugikan.Saat ini dikenal enam varietas lalang, salah satu diantaranya tumbuh baik di Asia Tenggara.
Lalang merupakan gulma yang mempunyai tingkat kebutuhan unsur hara yang rendah sehingga mampu tumbuh pada tanah yang tidak subur, tanah berpasir dan rawa. Di Indonesia, gulma lalang masih dapat tumbuh di areal dengan ketinggian mencapai 2.600 m di atas permukaan laut.
Perkembangbiakannya dilahan yang terbuka (tanpa naungan) sangat cepat melalui biji maupun akar rimpang.Dalam waktu 75 hari setelah menyebar, sebatang akar rimpang mampu menghasilkan lebih dari 3 kg bobot kering dan satu tajuk bunga mampu menghasilkan 500–600 biji.Populasi lalang pada lahan yang tidak diolah dapat mencapai 3–5 juta pupus per hektar dengan biomasa daun 7–18 ton dan rimpang 3–11 ton per hektar.Suatu areal disebut Sheet Lalang jika populasi lalang diareal tersebut berkisar 40-100%.
Kerugian yang ditimbulkan oleh lalang disamping menjadi pesaing bagi tanaman utama dalam serapan hara, air dan kompetisi ruang, juga menghasilkan zat alelopati yang bersifat racun.Kandungan bahan organik, N dan P dibawah lalang lebih rendah jika dibandingkan pada lahan yang didominasi populasi putihan (Eupatorium palescens) maupun sengganen (Melastoma malabatricum).Pertumbuhan tanaman kacangan yang terhambat oleh populasi lalang juga dapat menjadi indikator bahwa lahan tersebut mempunyai kandungan unsur P yang rendah.



Cara Pengendalian Ilalang
Pengertian pengendalian lalang adalah upaya mengendalikan bagian–bagian yang dapat menyebabkan pertumbuhan lalang, baik pertumbuhan vegetatif (akar rimpang) maupun generatif (biji). Beberapa cara yang sering dilakukan dalam pengendalian lalang adalah perebahan, mekanis kultur teknis dan kimiawi.
1.      Perebahan
Perebahan merupakan salah satu tehnik pengendalian lalang yang sesuai diterapkan untuk lahan perkebunan, dengan kelebihan sebagai berikut :
a.       Daun dan batang yang telah rebah akan kering dan mati tanpa merangsang pertumbuhan tunas pada rimpang, sekaligus menjadi mulsa yang menghambat pertumbuhan gulma lainnya.
  1. Relatif mudah dilakukan serta dapat mengurangi resiko kebakaran (lalang yang telah rebah relatif sulit terbakar).
Perebahan sebaiknya dilakukan sewaktu lalang telah berkembang penuh dan padat.Lalang yang daunnya telah kering lebih mudah direbahkan, biasanya dimusim kemarau.Rotasi dilakukan sesuai dengan perkembangan lalang. Untuk lahan dengan tanaman kelapa sawit yang masih muda dan tajuknya belum menutup memerlukan rotasi yang lebih pendek dibandingkan dengan lahan yang tajuk sawitnya telah menutup
            Teknik perebahan yang biasa dilakukan adalah :
ü  Perebahan menggunakan papan
Alat yang dipakai dapat terbuat dari papan yang ringan dan kuat dengan bagian dasar rata atau cekung, panjang 1,5 m, lebar 25 cm dan tebal 5 cm. Pada kedua ujung papan diikatkan tali sebagai pegangan.





Penggunaannya adalah dengan cara memegang tali dan menginjakkan kaki pada papan di atas lalang. Angkat kembali papan tersebut dan lakukan secara berulang dari bagian pangkal sampai ujung lalang sehingga gulma tersebut rebah secara sempurna.Alat ini sesuai untuk sheet lalang yang masih banyak tunggulnya.Keperluan tenaga kerja adalah 15–20 HK/ha.
ü  Perebahan menggunakan potongan kayu atau drum
Sepotong kayu atau batang kelapa yang cukup berat dengan panjang 2 m dapat digunakan untuk merebahkan lalang dengan cara mendorongnya diatas lalang secara berulang–ulang sampai lalang rebah sempurna. Cara ini sesuai untuk lahan yang relatif bebas tunggul dengan sedikit populasi tanaman utama.
Cara yang lain adalah menggunakan drum minyak kapasitas 200 lt yang diisi dengan air. Drum digulingkan diatas lalang menggunakan tangan atau dimodifikasi sedemikian rupa sehingga dapat ditarik hewan. Untuk meningkatkan efektifitasnya, dapat dipasang pelat–pelat logam kecil pada permukaan drum. Cara ini memerlukan tenaga kerja 2–3 HK/Ha jika dilakukan secara manual dan 1,0–1,5 HK/Ha jika menggunakan tenaga hewan.
2.       Cara Mekanis
Pengertian cara mekanis adalah pengendalian lalang menggunakan tenaga mesin (misalnya jenis wheel tractor), pengolahan tanah menggunakan bajak atau cangkul secara manual dan penebasan.
ü  Pembajakan/Pencangkulan secara Manual
Pengendalian lalang dengan pembajakan atau pencangkulan dapat dilakukan bersamaan dengan pengolahan tanah.Kegiatan ini efektif jika lalang masih dalam tahap awal pertumbuhan.



Jika tinggi lalang telah mencapai 75 cm atau lebih, sebaiknya lalang ditebas atau dibakar terlebih dahulu.Tanah diolah sampai kedalaman 20–25 cm dan dibalik agar rimpang lalang kering terkena panas matahari selama 1 minggu.Pengolahan tanah ini sebaiknya dilakukan beberapa kali hingga rimpang benar–benar mati dan tidak tumbuh menjadi lalang baru.
ü  Penggunaan traktor
Tahapan pelaksanaannya adalah sebagai berikut :
1.      Pembajakan pertama (1st ploughing) pada jalur–jalur yang searah dengan kedalaman pembajakan sekitar 30 cm atau sampai ke kedalaman perakaran lalang.
2.      Pembajakan kedua (2nd ploughing), dilaksanakan 2 minggu setelah pembajakan pertama dengan arah memotong jalur pembajakan pertama. Kedalaman pembajakan sama dengan kedalaman pembajakan pertama.
3.      Penggaruan pertama (1st harrowing), dilaksanakan 2 minggu setelah pembajakan kedua.
4.      Penggaruan kedua (2nd harrowing), dilaksanakan 2 minggu setelah penggaruan pertama.
5.      Penggaruan ketiga (3rd harrowing), dilaksanakan 2 minggu setelah penggaruan kedua. Arah penggaruan sebaiknya saling memotong dengan kedalaman 30 cm atau sampai ke kedalaman perakaran, agar akar rimpang terpotong–potong halus sehingga tidak memungkinkan lagi bagi pertumbuhan vegetatif lalang. Perburuan lalang (wiping) dilakukan sebulan sekali.




6.      Kebutuhan hari kerja traktor (HT) didasarkan pada perhitungan berikut:
Keterangan :
S          = Kecepatan traktor
W        = Lebar implement
E          = Efisiensi (50%)
1 HT    = 10 jam
Dengan rumus diatas, maka kebutuhan hari kerja traktor per hektar untuk setiap tahap adalah sebagai berikut :
1.      Tahapan Kebutuhan HT per ha
2.      Pembajakan pertama   0,26 HT
3.      Pembajakan kedua      0,24 HT
4.      Penggaruan pertama    0,14 HT
5.      Penggaruan kedua       0,14 HT
6.      Penggaruan ketiga       0,14 HT
o   Keuntungan penggunaan traktor dalam pengendalian lalang adalah:
1.      Waktu yang diperlukan lebih singkat.
2.      Kebutuhan tenaga kerja lebih sedikit dibandingkan kebutuhan tenaga kerja pada cara manual maupun cara kimiawi.
3.      Dapat dilakukan pada areal yang sulit air dan dalam waktu yang sama dapat dilakukan pengolahan tanah.
o   Sedangkan kelemahannya adalah :
1.      Biayanya yang cukup mahal.
2.      Hanya dapat digunakan pada lahan yang datar sampai dengan kemiringan 8 – 9 %.
3.      Memerlukan waktu yang tepat terutama harus memperhatikan curah hujan. Cara ini lebih efektif dilakukan pada musim kemarau, karena pada musim hujan banyak rimpang lalang yang tidak kering dan mati sehingga lalang tersebut mampu tumbuh kembali.
ü  Penebasan dan Mulsa
Penebasan dapat mengurangi persaingan lalang dengan tanaman pokok, tetapi hanya sementara sehingga harus sering diulangi terutama pada musim hujan.Pemberian mulsa dengan daun lalang dipangkal gulma tersebut dianjurkan untuk menekan pertumbuhan kembali.
4.      Pengendalian secara Kultur Teknis
Tanaman penutup tanah jenis Leguminosae (kacangan) yang tumbuh secara cepat, dapat menaungi dan menghambat pertumbuhan lalang. Beberapa spesies yang sering ditanam sebagai tanaman penutup tanah adalah Pueraria javanica (PJ), Centrosema pubescens (CP), Calopogonium mucunoides (CM), Psophocarpus palustris (PP) dan Calopogonium caeruleum (CC).
o   Peranan kacangan penutup tanah dalam rehabilitasi lalang adalah :
1.      Menghambat pertumbuhan dan perkembangbiakan lalang.
2.      Menutupi permukaan tanah secara cepat sehingga dapat mengurangi erosi tanah.
3.      Mengikat Nitrogen dari udara sehingga meningkatkan cadangan N dalam tanah.
4.      Menghasilkan jumlah mulsa dan meningkatkan kandungan bahan organik tanah.
5.      Cara Kimiawi
Maksud dari cara kimiawi adalah pengendalian lalang dengan penyemprotan menggunakan bahan–bahan kimiawi yang disebut herbisida. Cara ini lebih banyak digunakan, karena dapat dilakukan di areal yang datar maupun bergelombang dengan biaya yang relatif murah.
Penyemprotan harus merata pada seluruh areal dengan memperhatikan volume semprot, herbisida yang diperlukan, luas lahan dan cuaca.Penyemprotan lebih efektif pada musim kemarau.
Jika umur lalang sudah tua, sebagian besar daunnya kering dan banyak yang rebah, maka sebelum penyemprotan harus dilakukan pembabatan atau pembakaran.Aplikasi herbisida dilakukan setelah lalang mencapai tinggi 50 cm, yaitu 2–3 minggu sebelum berbunga atau sampai masa pertumbuhan vegetatifnya habis.
Berdasarkan cara kerjanya, herbisida dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu herbisida kontak dan sistemik. Herbisida kontak (misalnya dengan bahan aktif paraquat) mematikan lalang secara cepat sehingga sangat bermanfaat jika penanaman tanaman utama harus segera dilakukan. Namun demikian, lalang akan tumbuh kembali sekitar 2 minggu sehingga herbisida kontak kurang efektif untuk mengendalikan lalang dalam waktu yang lama.
Herbisida sistemik (dengan bahan aktif glyfosat, sulfosat atau imazapir) menyebar dari daun lalang ke rimpang sehingga mematikan tunas–tunas yang ada dan menghambat pertumbuhan kembali. Lalang akan muncul kembali dari rimpang yang tidak terjangkau oleh herbisida karena tertutup oleh daun lalang atau vegetasi lainnya.
Apabila ketersediaan herbisida atau tenaga terbatas, prioritas pengendalian adalah mengisolasi perluasan lalang dan menuntaskan sesuai kemampuan. Jangan mengendalikan keseluruhan tanpa follow up-nya.
(a)    Pengendalian Lalang Sheet
Pada pertumbuhan lalang yang meluas (sheet), metode pengendalian yang efektif adalah dengan cara kimia (penyemprotan herbisida).Aplikasi dengan menggunakan Medium Volume (MV = 450-600 lt/Ha) didasarkan atas tebalnya pertumbuhan lalang dan kecepatan angin dikawasan yang akan disemprot.



(b)   Pengendalian Lalang Sporadis (Spot) dan Lalang Kontrol (Wiping)
Pertumbuhan lalang yang sporadis (terpencar-pencar) akan lebih efektif jika diberantas dengan metode spot spraying. Sedangkan pada kebun yang sudah normal kondisi lalangnya (lalang kontrol) diberantas dengan cara Wiping (diusap dengan kain yang dibalutkan di jari tangan). Untuk Spot spraying, dikonversikan kebutuhan herbisida dan air sesuai dengan anjuran. Misalnya 15% dari total areal, maka herbisida yang dibutuhkan 15/100 x 4 atau 6 lt Round Up.
Wiping merupakan kelanjutan dari spot spraying, pada lalang yang belum mati secara tuntas, atau tumbuh baru beberapa helai daun.Pekerjaan wiping dilakukan secara beregu dengan sistem giring sehingga tidak ada lalang yang tertinggal.Rotasi wiping 2 bulan sekali makin lama makin jarang.
Tehnik Wiping lalang dilakukan dengan menggunakan kain katun yang berukuran 3 x 12 cm dibalutkan pada tiga jari tangan (tidak dibenarkan menggunakan kaos kaki atau sarung tangan). Contoh herbisida yang dipakai adalah Eagle 480 AS atau Round Up (1,0–1,3 %) + Surfaktan (0,5%) atau Assault 250 AS (0,5–0,7%) + Surfaktan (0,5%).
(c)     Cara Wiping Lalang
Sebelum di-“wiping” rumpun lalang dibersihkan dari sampah-sampah disekitar pangkalnya dengan menggunakan arit kecil (guris).Kemudian celupkan kain ke dalam larutan herbisida dan peras sedikit agar tidak menetes.
Penyapuan (wiping) dimulai dari batang bawah sampai ke ujung daun secara merata dan basah, dan dilakukan per helai daun lalang.Hindarkan batang/daun lalang pecah, putus atau tercabut sewaktu wiping atau pembersihan sampah.
Untuk menghindari terjadinya lalang yang ketinggalan tidak di-wiping atau terjadi pengulangan wiping, maka sebaiknya ujung lalang yang telah di wiping dapat diputuskan sedikit  1 cm dan dibuat simpul ikatan.



2.5.   PRUNING
Pruning perlu dilakukan untuk menjaga jumlah pelepah yang optimal yang berguna untuk tempat munculnya bunga dan pemasakan buah.
Pruning dilakukan setelah dilakukan kastrasi dan tanaman sudah mulai memasuki tahap awal panen.
A.    Pengertian Pruning
Pruning atau Tunas Pokok adalah pembuangan pelepah- pelepah yang sudah tidak produktif atau pelepah kering pada tanaman kelapa sawit. Pruning / Tunas Pokok termasuk dalam kegiatan persiapan panen.
B.     Tujuan Pruning atau Tunas Pokok:

1.      Memangkas pelepah yang sudah tidak produktif.
2.      Mempermudah di dalam proses pemanenan serta pengutipan  brondolan.
3.      Mempertahankan jumlah pelepah setiap pokoknya minimal 56-64 pelepah.
4.      Sanitasi ( Menjaga kebersihan ) tanaman agar tidak diserang oleh Hama & Penyakit.

C.    Teknis Pruning dilakukan dengan cara:

1.      Memangkas pelepah searah dengan arah spiral / letak alur pelepah.
2.      Supaya hasil dari pangkasan terlihat rapi.
3.      Memangkas pelepah yang tidak produktif, dengan ciri-ciri :
-          Pelepah yang sudah tua dan kering
-          Pelepah sudah tidak dijadikan pelepah songgo ( minimal songgo 2).
-          Memangkas pelepah secara mepet & tepat pada bagian bawah pangkal pelepah. Pelepah harus dipangkas mepet dengan tujuan untuk mencegah tersangkutnya brondolan pada pelepah.
-          Menyusun pelepah hasil sisa pangkasan di Gawangan Mati atau disusun di antara pokok tanaman & dipotong menjadi 3 bagian.



2.6.   JALAN
            Jalan merupakan salah satu faktor sarana di perkebunan sawit yang harus selalu dijaga keberadaannya sehingga dapat dilalui dalam kondisi apapun.
Untuk menjaga jalan :
  1. Perawatan dan perbaikan rutin,semua pengguna jalan perduli dan tidak     menunggu-menunggu bila terjadi kerusakan.
2.Genangan Air pada badan adalah Musuh Utama Jalan.
3.   Badan jalan setiap hari harus mendapat sinar matahari dan ada kontrol mandor/petugasjalan.
4.   Setiap jalan memiliki tali air setiap 50 m.
5.      Jalan memiliki parit kanan kiri atau air mengalir tidak di badan jalan.
6.      Muatan truk wajib disesuaikan dengan kemampuan jalan.
Jenis -jenis jalan:
ACCESS ROAD
            Merupakan jalan penghubung dari jalan negara kekebun atau PKS dengan lebar badan jalan sekitar 20 M.
COLLECTION ROAD (CR)
Dibangun arah utara-selatan dengan jarak antar CR 300 M dan lebar badan jalan 7 M. Pada areal gambut/rawa jalan dibuat dengan sistem tanggul dengan satu parit pada sisi badan jalan.
MAIN ROAD (MR)
            Dibangun arah timur-barat dengan jarak antar 1000 M dan lebar badan jalan 9 M.Pada areal gambut/rawa jalan dibuat dengan sistem tanggulan dengan satu parit pada sisi badan jalan.
KEY ROAD
            Adalah MR dan/atau CR yang ditetapkan sebagai jalan angkut utama dari divisi ke PKS dan/atau ke access road.
JALAN PRINGGAN
            Adalah jalan yang dibangun sepanjang batas kebun yang berfungsi sebagai pembatas kebun dengan areal luar kebun.
JALAN KONTUR
            Adalah jalan yang dibangun pada areal berbukit,dibuat memotong kontur dengan lebar 5-7 M tanah asli yang berfungsi sebagai MR dan CR.                      
Perawatan jalan
Peralatan yang digunakan untuk perawatan jalan secara manual :
1.      Cangkul
2.      Linggis
3.      Tembilang
4.      Palu berat 2 kg
5.      Angkong /goni belah eks pupuk
6.      Egrek + bambu
7.      Parang
8.      Meteran
9.      Ember








2.7.   JEMBATAN
Pada awal pembukaan lahan, jembatan dan gorong-gorong dapat dibuat dari batang pohon.Pembuatan jembatan dan gorong-gorong permanen dilakukan secara bertahap dalam jangka waktu 3 tahun sehingga pada saat mulai panen pembangunan jembatan telah selesai.
Khusus untuk areal replanting langsung dibuat jembatan permanen karena sulit untuk mendapatkan kayu.
Penentuan pembuatan jembatan dan box culvert/gorong-gorong sebagai berikut :
a.       Jembatan      :   Jika lebar parit > 2 m
b.      Box culver    :   Jika lebar parit > 1 - 2 m dan air parit mengalir
sepanjang tahun . 
c.       Gorong-gorong :  Jika lebar parit  < 1 m

JENIS-JENIS JEMBATAN
-          Jembatan beton
Rangkaian titi beton terdiri : abutment, gelagar, lantai, sayap jembatan
-          jembatan kayu
Rangkaian jembatan kayu :rangka barao,barao,gelagar,lantai jembatan,lantai roda.




2.8.   HAMA PENYAKIT
Tikus termasuk hewan mamalia Ipemakn segalanya (omnivora) dan merupakan hama pada tanaman kelapa sawit.
v  Pada TBM  tikus merusak titik tumbuh (umbut) yang dapat menyebabkan tanaman sampai mati ± 20 %.

v  Pada TM menyerang buah muda,tua dan brondolan sehingga merugikan secara kualitas (asam lemak bebas naik) dan secara kualitas merugikan produksi  ± 5 %.
JENIS TIKUS  PERUSAK TANAMAN KELAPA SAWIT
Ø  Rattus argentiventer  (TIKUS SAWAH)
1.Ekor lebih pendek dari panjang kepala dan badan.
2 .Tonjolan pada telapak kaki lebih kecil dan halus.
Ø  Rattus tiomanicus (TIKUS POHON)
a.       ukuran ekor lebih panjang dari kepala dan badan
b.      Tonjolan pada telapak kaki relatif besar dan kasar.
GEJALA SERANGAN

1.      PENGAMATAN PADA TBM

Ø  Dilakukan setelah umur 1 bulan (sesuai kondisi serangan).ditandai karatan pada pelepah,pelepah patah dan pohon mati karena titik tumbuh sudah rusak.
Ø  Secara sampling per 13 baris terhadap semua pohon dalam barisan (terserang/tidak)kriteria ringan (R) < 10 %, sedang (S) 10 - 20 % & berat (B) > 20 %
Ø  Pengamatan ulang  ± 3  bulan setelah pengumpanan terakhir,jika serangan dibawah ambang,interval pengamatan per 3 bulan sampai umur tanaman 2 tahun.

2.      PENGAMATAN PADA TM
PENGAMATAN DILAKUKAN:
Ø Selektif terhadap blok yang terdapat serangan > 10 %pada buah di TPH, dilakukan setiap 3 bulan sekali.
Ø Keratan baru dengan warna hijau segar pada bunga dan buah
Ø Keratan baru dengan warna kuning segar pada buah buah tua dan brondolan.
Ø Satuan perhitungan adalah pohon misalnya.
Ø Keratan segar pada 1 pohon> 1  dihitung  1 pohon saja.






BAB III
PENUTUP



3.1.   Kesimpulan

Ø  Materi merupakan pengantar kepada teknis lapangan dimana setiap materi harus terseleksi untuk dilakukan dilapangan
Ø  Dapat menggunakan item dan teknik yang sesuai dengan kondisi dan areal
Ø  Penyesuaan item dan cara kerja dipengaruhi oleh linkungan dan kenyataan lapangan
Ø  Setiap praktek pekerjaan dibutuhkan materi pendukung dan dibantu dengan logika yang kuat dan masuk akal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan
Ø  praktek dan teori sangat penting untuk dilakuakan tetapi pemahaman lingkungan haruslah dipertimbangkan



3.2.   saran

Ø  setiap item pekerjaan perlu dilakukan praktek tujuan, agar dapat dipahami dan petunjuk untuk penilaian dosen kepada setiap mahasiswa karena kebanyakn mahasiswa tidak mampu mengukir dengan pena dan pensil tetapi mampu mampu denhan cankul, sabit, parang dan sejenisnya.
Ø  Tes lapangan berupa Tanya jawab perlu dilakuakan








DAFTAR
PUSTAKA

-          Aras, 2009. Efektifitas Herbisida Sistemik Pada Gulma Kelapa Sawit
-          http/:/pemeliharaansawit-pirigan-manual-sistemik-sawit-htmikj,.
-          Htt:/sawiiit.blogspot.com/2009/09/untitled-document-kelapa-sawit-adalah.htmI?m=1
-         Wahyudi. 2005. Formasi dan Struktur Gerakan Sosial Petani, Studi Kasus Reklaiming/Penjarahan Atas Tanah PTPN XII (Persero) Kalibakar Malang Selatan. Malang: UMM Press
-          Trisnu BrataNugroho, 2013. Kebun Rakyat, Plasma, Dan Kkpa; Potret   Perjuangan Mewujudkan Kesejahteraan  Dalam  Dialektika  Agraria Di  Perkebunan  Kelapa  Sawit.Jurnal Pendidikan & Kebudayaan (Balitbang Kemendikbud), Jurnal Forum Ilmu Sosial (Universitas Negeri Sematrang), Jurnal Komunitas (Universitas Negeri Semarang), Jurnal Unisia (Universitas Islam Indonesia)
-           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar