BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1.Latar
belakang
Kebutuhan
panag saat ini sangtalah menujak tinggi, mau itu berupa makanan instan atau
alami. Sehingga mengakibatkan permintaan bahan menta semangkin tinggi mencapai
kenaikan grafik 30% pertahun. Hal ini diakibatkan semakin tinggi populasi
manusia diseluruh dunia, oleh karena itu kenaikan permintaan bahan menta
berdampak pada petani dan perkebunan.
Kenaikan
permintaan bahan ini menjadi tanggung jawab pemerintah untuk merangsang petani
dan perkebunan untuk menyiapkan permintaan pasar agar Negara dan masyarakatnya
sejahtra. Upaya ini sangatlah disambut
rama para petani dan perkebunan karena akan menambah hasil pemasukannya.
Petani
memanfaatkan areal yang ada begitu juga perkebunan, mereka terus berusaha untuk
memnuhi permintaan pasar disamping itu secara tidak langsung kesejahtraan
masyarakat meningkat. Disamping peningkatan itu dan terusnya mengalami perbahan
alam maka hadirlah kendala dan dampak. Peningkatan pertanian dibarengi dengan banyaknya
hambatan, peningkatan dan kendalah mengalami kenaikan grafik yang berbanding
65% dan 35%, antaranya peningkatan gulama, hadirnya gulama baru, gulma yang
berefolusi dan lain sebaginya.
Peningkatan
gulma memberikan PR kepada setiap yang bersangkutan, pemerintah membiayai para
ilmuan untuk mencari solusi, petani
melakukan usaha yang berupa tradisional dan perkebuanan berusaha memecahkan
permasalahan ini dengan kemampuan yang dimiliki oleh kariawannya. Segala cara
telah dilakuakan dan akhir menemui jalan keluar antara lain adalah herbisida.
Hadirnya herbisida mengakibatkan
presentasi gulma semakin rendah dan produksi semakin naik. Seiring berjalannya
waktu tak kita sadari bahwa ternya hadirnya herbisida mengakibatkan dampak yang
sangat bahaya terhadap manusia, hewan, tanaman, tanah dan terutama masa yang
akan dantang. Penggunaan herbisida dalam jangga panjang menggakibatkan tanah rusak, menjadi padat dan
sebagainya. Hal ini menjadi trending topic dunia, terutama pada pertanian atau
perkebuanan yang menggunakan areal luas. Mereka diteror merusakak tanah titipan anak cucu, hal ini
menampar Negara yang berlatar belakang pertanian dan perkebuan, antaranya
Indonesia.
Pembuatan
herbisida kini harus melalui proses yang sulit dan rumit mengakibatan kenaikan
harga dan keterbatasan jumlah jenis herbisida. Timbulnya masalah ini
menghadirkan solusi baru yang dinamakan teknik pengundalian gulma biologi, yang
memiliki harga relative terjangkau oleh para petani dan tidak mengakibatkan
kerusakn tanah.
Hal
ini menjadi salah satu tujuan pembuatan penelitian ini agar kita semua dapat
menguragi keruskan tahan, melihat tingkat sebepa tingkat pengaruh mulsa
terhadap gulma. Pemahaman terhadap gulma dan pengendalian gulama sangatlah
penting.
1. Pengertian
dan tujuan pengendalian gulma
Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa gulma
sangatlah berdampak negative kepada kita semua oleh karena itu maka kita harus
memahami apa itu gulma. Pengertian gulma secara luas adalah tumbuhan yang
merugikan pengusaha berupa mengganggu tanaman utama, menggaggu tata ruang,
hidup pada areal budidaya dan hidupnya tidak di inginkan.
Ø Gulma adalah tumbuhan yang tumbuhnya salah tempat. Sebagai
tumbuhan, gulma selalu berada disekitar tanaman yang dibudidayakan dan
berasosiasi dengannya secara khas (Moenandir,1988).
Ø Gulma adalah tumbuh-tumbuhan yang tumbuh pada tempat yang tidak
diinginkan sehingga menimbulkan kerugian bagi manusia (Nasution 1983).
Kehadiran
gulma sangat mengwatirkan para petani dan perkebuana karena memiliki dampak
yang sangat fatal dan harus dikendalikan, anatara lain dampaknya dan mengapa
harus dikendalikan karena :
a.
Mengurangi hasil panen
Gulma dapat mengurangi hasil
panen dikarenakan gulma mengmbil sebagian unsure hara yang dibutuhkan tanaman
utama sehingga produktifitas menurun.
b.
Mengeluarkan senyawa
alelopati (Racun)
Senyawa alelopati merupakan
senyawa yang dihasikan oleh gulam yang berbahaya bagi tanaman utama, hewan dan
manusianya karena bersifat racun.
c.
Mengurangi nilai estetika
Gulama dapat merusak nilai
estetika karena pada arean perkebunan dan pertanian telah dilakakan arur jarak
tanam dan lainnya sehinga ketika gulma tumbuh pada areal tersebut (antara
tanaman utama) akan menggangu keindahan dan kenyamanan pekerjaan.
d.
Adanya daya kompetisi :
ruang tumbuh, unsur hara, air dan cahaya matahari.
Persainagan ruang tumbuh
dimana gulma yang memiliki daya tahan tubuh yang kuat sehingga dapat mendorong
mundur tanaman utama atau merayapi tanaman utama. Unsure hara dan air akan
menjadi subuah materi terbutan oleh gulma dan tanaman seperti juga terhadap
perrebutan cahaya matahari (tumbuhan yang sama tingginya dengan tanaman).
e.
Sebagai inang hama dan penyakit.
Kebanyakan gulma memilik
daya tarik terhadap hama sehinnga menarik hama berdatangan keareal budidaya.
f.
Menghambat aktivitas
budidaya : pemupukan, pemanenan, tunas, kastrasi dan sanitasi, dll.
Dalam pengendalian gulma hal yang perlu kita pahami adalah ekonsep
ambang ekonomi. Ambang ekonomi adalah batas populasi OPT
atau kerusakan oleh OPT yang digunakan sebagai dasar untuk digunakannya
pestisida. Diatas AE populasi OPT telah mengakibatkan kerugian yang nilainya
lebih besar daripada biaya pengendalian.
Arti
luas ambang ekonomi adalah hasil produksi dikurang biaya penegndalian akan
menghalikan keuntunagan contohnya hasil produksi Rp 50 000 dan penegendaliannya
hanya Rp 5000 maka pengendalian harus dilakuakan atau hasil produksi Rp 50 000,
ketika gulma tidak dikendalikan dan setelah gulma dikendalikan menghasilkan
produksi sebesar Rp 150 000 dan biaya pengendalian Rp 30 000 maka gulma harus
dikendaliakan.
2.
Teknik Pengendalian Gulma
Melihat
banyak dampak negatif dari gulma dan begitu tinggi kerugian yang dikarenakan
oleh gulma maka pengendalian harus dilakuan berdasarkan konsep ambang ekonomi
agar tidak merugikan pihak lain. Adapun teknik pengendalian umumnya terbagi
sebagi berikut :
Ø Preventif (pencegahan)
Preventif merupakan kegiatan
yang dilakukan diawal kegiatan budidaya, biasanya dilakukan dengan alat berat
berupa traktor dan pada areal kecil menggunakan cangkul dan sejenisnya.
Kegiatan ini dilakukan untuk mengelolah tanah agar gulma dan biji gulma terolah
(hancur, akar tercabut, biji rusak dan dll) dan masa pertumbuhan terhambat
bahkan mengkibatkan kematian pada gulma dan calon gulma(biji gulma)
Tindakan paling dini dalam upaya
menghindari kerugian akibat gulma adalah Pencegahan (preventif) hanya
untuk mengurangi pertumbuhan gulma agar usaha pengendalian sedapat mungkin
dikurangi atau ditiadakan.Pencegahan merupakan langkah yang paling tepat karena
kerugian yang sesungguhnya pada tanaman budidaya belum terjadi. Pencegahan
biasanya lebih murah, namun demikian tidak selalu lebih mudah.Pengetahuan
tentang cara-cara penyebaran gulma sangat penting jika kita hendak melakukan
dengan tepat. Pengendalian dengan upaya Preventip dapat dilakukan dengan
peniadaan sumber invasi, sanitasi, karantina bahkan aturan perundang-undangan.
Ø Mekanis
Pengendalian dengan cara
mekanis terbagi atas 3bagian yaitu :
a)
Manual merupakan teknik yang
menggunakan tangan atau alat ringan berupa parang, sabit dan sejenisnya untuk
menegndaliakan gulma
b)
Semi mekanis adalah
penegendalian yang menggunakan alat (mesin ringan) seperti mower dan
sejenisnya.
c)
Mekanis merupakan
pengendalian yang membutuhkan biaya besar karena menggunakan alat berat berupa
traktor untuk pengendalian gulma. Poin ini biasanya digunakan oleh perkebuana
atau pada areal yang besar.
Ø Kimia
Pengendalian kimia
menggunakan herbisida untuk mengendalikan gulma contohnya menggunakan roan-up
untuk alang-alang. Penggendalian ini sangat banyak yang menggunakan karena
relative mudan dan efektif.
Ø Teknik budidaya dan biologi
Teknik ini memanfatkan
tanaman dan hewan ternak dalam mengendalikan gulama dengan cara menanam tanaman
yang bersifat menjalar, tahan terhadap persingan unsure hara, bermanfaat bagi
tanaman utama dan menekan pertumbuhan gulma atau melepaskan hewan ternak agar
gulam yang tumbuh dimakan dan dibunuh (dipijak-pijak) oleh hewan tersebut.
Ø Terpadu
Teknik ini banyak dilakukan
pada areal perkebunan karean kesulitan dalam pengendalian gulma di sebakan oleh
factor jenis areal, topografi, jumlah tenaga kerja dan lainnya. Teknik ini
menyatukan 2 sampai 5 teknik pengendalian sesuai dengan kebutuhannya.
3.
Permasalah dan kerugian
pengendalian gulama (mekanis, kimia, preventif, terpadu, biologi dan teknik
budidaya).
a.
Kerugian mekani
Kerugian yang diakibatkan
dari mekanis sangat terlihat pada penggunaan alat berat karena harus memiliki
modal yang sangat besar dan biaya perawatan tinggi, begitu juga pada manual dan
semi mekanis harus memiliki tenaga kerja yang banyak untuk melakuakan pengendalian
pada areal luas dan pada semi mekani dan manual mengendalikan gulma terbatas
pada ukuran gulma tersebuat.
b.
Kerugian kimia
Pengendalian menggunakan
kimia berdampak pada tanah dan manusianya. Hal ini karena kandunagan herbisida
dapat merusak truktur tanah, meracuni manusianya dan sebaginya. Hal lain juga
berdampak pada petani kecil yang kesulitan membeli herbisida yang berkualitas
karena relative mahal.
c.
Kerugian Preventif
Keuntngan preventif pengolahan
tanah lebih besar dari kerugiannya jika tanaman yang ditanama bersifat bulanan
seperti bayam, kangkung dan sejenisnya, tetapi pada areal besar seperti perkebunan sawit sangat membutuhkan
biaya yang besar oleh karena itu hanya pada titik tanam saja yang diolah.
d.
Teknik budidaya dan biologi
Teknik ini hanya cocok untuk
areal perkebunan karena menggunakan hewan sebagai pengendalinya, ketika teknik
ini dilakuakan pada areal pertanian bulanan seperti kangkung maka habislah
tanaman utama yang dimakan oleh hewan tersebut.
4.
Inovasi penelitian
Inovasi penelitian menggunakan kultur teknis untuk mengendalikan
gulma, adapun kegiatan kutur teknis adalah :
-
Penggunaan
mulsa
-
Pengolahan
tanah
-
Pengaturan
jarak tanam
-
Penggunaan
bibit unggul
-
Pergiliran
tanaman
-
Penyiangan
-
Penggenangan
-
Penggunaan
tanaman penutup tanah (LCC)
-
Pemupukan yang
tepat
Pada
inovasi penelitian ini menggunakan kurtur teknis berupa penggunaan mulsa. Penggunaan
mulsa salah satu teknik pengendalian gulam yang sangat sederhana karena
menggunakan bahan material, atau lainnya sebagi penutup tanah agar menekan
pertumbuahan gulma. Adapun pengertian sempit gulama adalah sisah tanaman,
limbah pertanian, serbuk kayu atau hasil produsi pabrik berupa plastic dan
lainnya yang digunakan untuk menutup tanah.
Pengunana
mulsa banyak diguanakan pada petani kecil sebagai pengendalian gulma dan pada
perkebunan digunakan pada pembibitan. Mulsa banyak digunakan karena tidak
mengeluarkan banyak biaya, mudah didpatkan dan memiliki manfaat yang besar,
adapun manfatnya :
Ø Menekan pertumbuhan gulma
Pertumbuhan gulma akan terhambat
oleh gulma karena menekan pertumbuhan dengan berbagai cara antaranya, menutupi
gulma sehingga tidak mendapatkan cahaya matahari, besaing merebut unsure hara
dengan gulma.
Ø Mempertahankan tata air tanah (menjaga kelembaban),
Hadirnya mulsa akan
mempertahankan tata air tanah karena mulsa yang besifat lembab atau mengikat
air akan menahan air tidak agar beraturan masuknya air kedalam tanah.
Ø Memperbaiki struktur (Memperbaiki sifat fisik tanah, aerasi dan
konsistensi tanah),
Perbaikan
sifat fisik tanah merupakan salah satu manfaat gulma karena berupa organic yang
dapat diolah oleh tanah sehingga tahan menjadi gembur pada saat telah
bercampur.
Ø Mengurangi terjadinya erosi,
Mulsa akan meengurangi
erosi karena besifat menutup tanah sehingga air tidak langsung mengenai tanah
dan tidak mengalami percikan tanah hingga tidak terjadi erosi.
Ø Memperbaiki sifat kimia tanah
khusus pada mulsa organik
dapat menambah unsur hara ke dalam tanah setelah mulsa tersebut lapuk atau
busuk.
Ø Memperbaiki sifat biologi tanah
Mulsa organic juga dapat memperbaiki sifat biologi tanah karena
mikroorganisme di dalam tanah lebih aktif berkembang.
Pada
penelitian ini kami menggunakan pengedalian dengan menggunakan mulsa dan mulsa
yang kami gunakan adalah batang dan daun pisang. Melihat banyaknyak batang dan
daun pisang yang tidak dimanfaatkan dan pengalihan fungsi biasaya batang pisang
digunakan sebagia makanan ternak maka hadirlah penelitian ini agar dapat kita
ketahui bahwa apakan batang pisang ini dapat digunakan dan bermanfaat bagi
tanaman pada saat digunakan sebagai mulsa.
Mulsa
daun dan batang pisang ini memiliki manfaat sebagai berikut : 1) mudah
didapatkan, 2) bersifat organic, 3) memiliki dual fungsi 4) tidak mengeluarkan
biaya, 5) dalam ukuran 1 X 3 m hanya menggunakan mulsa 1/6 karung
5o kg, 6) tidak membutuhkan tenagga kerja yang banayak 7) dan bertahan lama.
1.2. Tujuan penelitian
1.
Mengetahui tingkat pengruh
dari mulsa daun dan batang pisang (efektifitas)
2.
Menglih pungsikan makanan
ternak ke mulsa
3.
Menabah pengetahuan tentang pemanfaatan
libah tanaman
4.
Memahami manfaat pengolahan tanah
1.3.Manfaat
mulsa
1. Tidak
terbuangnya batang dan daun pisang secara sia-sia
2. Menambah
bahan organic
3. Menjaga
suhu tanah
4. Mengandung
banyak air pada batang pisang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Prinsip Pengendalian Gulma
Dalam dunia pertanian dan perkebunan
pengendalian gulma merupakan salah satu item pekerjaan yang sangant dipehatikan
Karena gulma merupakan salah satu penyebab terbesar dalam menurunkan hasil
produksi. Pengendalian gulma merupakan kegiatan mengendalikan tumbuhan yang
tidak dinginkan yang tumbuh pada areal budidaya dan belum diketahui manfaatnya.
Pentingnya
memperhatikan lingkungan juga ditekankan Kasirin, Crop Marketing Manager
Specialty Crop Indonesia, PT Syngenta Indonesia. Perusahaannya, misalnya,
menyangkut pengendalian organisme pengganggu tanaman, seperti hama penyakit,
memang menerapkan konsep pengelolaan hama terpadu (PHT) juga pengelolaan gulma
terpadu.
“Pengendalian
gulma harus sustainaible,
berkelanjutan. Untuk itu tentu harus (menerapkan prinsip) diversity, keanekaragaman. Diversity
itu dari beberapa hal, seperti alat, cara, kultur teknis, biologi, mekanis,
kimiawi, jadi suatu paket,” urainya.
Untuk
mengendalikan hama, tegas Kasirin, prinsipnya ada beberapa metode pengendalian
seperti biologi, yang mengembangkan pengendalian dengan musuh alami. Lalu, bisa
juga dengan mengembangkan insektisida virus, jadi dikombinasikan dengan kimia.
Pestisida kimia sendiri baru digunakan saat populasi hama tetap tinggi walau
segala upaya lain telah dipakai.
Demikian pula
pada penggunaan pestisida, prinsip diversity
tadi tetap diutamakan. Syngenta yang produk-produknya selama ini dipakai
perusahaan sawit Asian Agri itu, misalnya, menyarankan aplikasi pestisida yang
tidak tunggal, yang beragam dalam cara kerja. “Umpamanya, sebagai selingan
Gramoxone, pakai pestisida yang cara kerjanya berbeda. Katakanlah, dengan
Touchdown yang berbahan glifosat yang arahnya menghambat metabolisme penciptaan
protein gulma,” jelasnya.
Di kesempatan
lain, Kasirin tidak merekomendasi selingan dengan glifosat saat tanaman belum
menghasilkan. Alasannya, tanaman masih kecil sehingga kalau sampai terpercik ke
bagian berhijau dan tersebar ke seluruh bagian tanaman akan mempengaruhi
pertumbuhan.
Berkaitan
dengan aspek budidaya lainnya, seperti benih, ISPO tentu menetapkan penggunaan
bibit unggul yang telah diakui pemerintah. Sedangkan pembukaan lahan diwajibkan
tanpa bakar dan memperhatikan kaidah konservasi tanah dan air. (Agrina,2010).
Menurut Widya Riska (2010), “Pengendalian hayati adalah taktik
pengelolaan hama yang dilakukan secara sengaja dengan memanfaatkan atau
memanipulasikan musuh alami untuk menurunkan atau mengendalikan populasi hama. Usaha pengendalian hama yang mengikutsertakan
organisme hidup, oleh karena itu pengendalian hama dengan teknik jantan mandul,
varietas tahan hama, dan manipulasi genetik termasuk dalam pengertian
pengendalian hayati. Pengendalian hayati
pada dasarnya adalah usaha untuk memanfaatkan dan menggunakan musuh alami
sebagai pengendali populasi hama yang merugikan. Pengendalian hayati sangat
dilatarbelakangi oleh berbagai pengetahuan dasar ekologi, terutama teori
tentang pengaturan populasi oleh pengendali alami dan keseimbangan ekosistem.
Musuh alami dalam fungsinya sebagai pengendali hama bekerja secara tergantung
kepadatan, sehingga keefektifannya ditentukan pula oleh kehidupan dan
perkembangan hama yang bersangkutan. Ketersediaan lingkungan yang cocok bagi
perkembangan musuh alami merupakan prasarat akan keberhasilan pengendalian
hayati. Perbaikan teknologi introduksi, mass rearing dan pelepasan di lapangan
akan mendukung dan meningkatkan fungsi musuh alami” hadirnya pengendalian
hayati akan meneyebakan kurangnya penggunaan bahan kimia sehingga resiko
tercemarnya alam lebih rendah.
Pengendalian
gulma secara biologis (hayati) ialah pengendalian gulma dengan menggunakan
organisme lain, seperti insekta, fungi, ternak, ikan dan sebagainya.
Pengendalian biologis yang intensif dengan insekta atau fungi biasanya hanya
ditujukan terhadap suatu species gulma asing yang telah menyebar secara
luas dan ini harus melalui proses penelitian yang lama serta membutuhkan
ketelitian. Juga harus yakin apabila species gulma yang akan dikendalikan itu
habis, insekta atau fungi tersebut tidak menyerang tanaman atau tumbuhan lain
yang mempunyai arti ekonomis.
Pengertian
Pengendalian gulma(control)
harus dibedakan dengan pemberantasan (Eradication).Pengendalian Gulma
didepinisikan sebagai proses membatasi infestasi gulma sedemikian rupa sehingga
tanaman dapat dibudidayakan secara produktif dan efisien, tidak ada keharusan
untuk membunuh gulma, melainkan cukup menekan pertumbuhan dan atau mengurangi
populasi saja. dengan kata lain pengendalian bertujuan hanya menekan populasi
gulma sampai tingkat populasi yang tidak merugikan secara ekonomik atau tidak
melampui ambang ekonomik(economic threshold), sehingga sama sekali tidak
bertujuan menekan gulma samapi populasi nol.
Pengendalian gulma terbagai beberapa
macam seperti pengendalian kimia dan lain-lain, dengan banyak jenis teknik
pengendalian maka pemerintah menggeluarkan undang-undang penggendalian gulma
karena setiap pengendalian memiliki dampak negative. Penggendalian memiliki
prinsip yang berdasarkan lingkungan, biaya, tenaga kerja, jenis areal jenis gulma, dan waktu pengendalian.
1.1.1. Lingkungan
Pengendalian gulma tidak hanya meliahat pada gulma yang ingin kita kendali atau brantas, tetapi lingkungan juga harus kita pertimbangkan. Dalam mendukung kehidupan berkelanjutan dalam perkebunan kelapa sawit, pemerintah Indonesia mewajibkan perusahaan perkebunan kelapa sawit untuk memenuhi persyaratan dalam mendukung keberlanjutan melalui Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia No. 19/Permentan/OT.140/3/2011 tanggal 29 Maret 2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil/ISPO) adalah sistem usaha dibidang perkebunan kelapa sawit yang layak ekonomi, layak sosial dan ramah lingkungan didasarkan pada peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia.
Pengendalian OPT merupakan suatu tindakan dalam proses perawatan tanaman
di perkebunan kelapa sawit, dalam pengendalian langkah yang dilakukan sebaiknya
lebih mempertimbangkan kelestarian hidup flora & fauna yang bukan merupakan
target OPT. Diperlukan pengetahuan dari siklus hidup hama dan penyakit yang
merupakan titik kritis (crucial point) karena akan menjadi dasar acuan pengambilan
keputusan pengendalian.
Pemilihan jenis, metode (biologi, mekanik, kimia, terpadu) dan waktu
pengendalian yang dianggap paling cocok menjadi latar belakang keberhasilan
pengendalian OPT tersebut. Dalam hal ini, pengelola perkebunan dituntut untuk
dapat meramalkan berbagai kemungkinan ledakan hama dan penyakit yang potensial.
Perkiraan tersebut dapat bertitik tolak dari kondisi alam, iklim dan jenis hama
dan penyakit yang spesifik ada di areal, dinilai dari situasi dan kondisi yang
paling memungkinkan.
Tindakan dalam mendeteksi keberadaan hama dan penyakit pada waktu yang lebih dini menjadi prioritas mutlak untuk dilaksanakan. Keuntungan deteksi dini adalah selain memudahkan tindakan pencegahan dan pengendaliannya juga agar tidak terjadi ledakan serangan yang tidak terkendali/terduga. Secara ekonomis biaya pengendalian melalui deteksi dini dipastikan jauh lebih rendah daripada pengendalian serangan hama/penyakit yang sudah menyebar luas. Meninjau Prinsip dan Kriteria 2.1.7. Dalam ISPO. ( Henny Herdajant,2014).
Pengendalian gulma merupakan pekerjaan yang sangat
penting tetapi harus memperhatikan lingkungan sesuai yang telaha pemerintah
tetapkan. Penggunaan teknik penggendalian haruslah sesuai dengan rekomendasi
yang telah ditetapkan, apabila hal tersebut dilanggar maka akan berdampak pada
lingkungan contohnya penggunaan herbisida yang berlebihan akan mengakibatkan
pencemaran udara, air dan lainnya sehinnga lingkungan menjadi tidak sehat.
1.1.2. Biaya
Dalam
konsep pengendalian gulma hal ini yang sangat diperhatikan terutama pada
industry perkebunan yang memiliki areal yang luas. Langkah yang salah dalam
menggambil keputusan teknik pengendalian gulma akan berdampak pada pemasukan
suatu industry. Konsep yang digunakan dalam hal pengedalian gulma berdasarkan
biaya adalah biaya pengendalian harus lebih kecil dari hasil produksi yang
berbanding 20%-30% biaya pengendalian dari 100% hasil produksi.
Pengendalian
gulama dengan pendekatan konsep amabang ekonomis. Artinya , segala sesuatu
kerugian yang ditimbulakan oleh hadirnya gulma tersebut masih lebih kecil dari
biaya yang harus dikeluarkan untuk pengendaliannya maka pengendalian tidak
perlu dilakukan. (Iyung Pahang,2010).
1.1.3. Tenaga
kerja
Tenaga
kerja merupakan salah satu yang menetukan teknik pengendalian gulama, dengan
jumlah tenaga kerja yang banyak maka teknik penggendalian manual dapat
dilakukan untuk mengurangai angka pengguran dan memanfaatkan tenagga yang ada,
sesuai denga undang yang dikeluarkan pemerintah bahwa sebuah perkebunan harus
meberikan lapangan kerja kepada masyarakat. Terkadang penggunaan tenaga kerja
lebih optiman disbanding menggunakan alat berat.
1.1.4. Jenis
Areal
Teknik
pengendalian gulma berbeda-beda dapat dikarenakan oleh jenis areal budidaya
contohnya penggunaan tenaga kerja(Manual) pada areal berbukitan, hal ini
dikarenakan traktor tidak dapat melakukan hal tersebut.
1.1.5. Jenis
Gulma
Dalam teknik
pengendalian gulama hal yang yang tak kala penting untuk dipahami adalah jenis
gulma karena jenis gulma padat menentukan cara pengendaliannya dan bahan
pengendaliannya.
-
Gulma teki-tekian
Kelompok ini memiliki daya tahan luar biasa terhadap pengendalian mekanik
karena memiliki umbi batang di dalam tanah
yang mampu bertahan berbulan-bulan. Selain itu, gulma ini menjalankan jalur fotosintesis
C4 yang menjadikannya
sangat efisien dalam 'menguasai' areal pertanian secara cepat. Ciri-cirinya
adalah penampang lintang batang berbentuk segitiga membulat, dan tidak
berongga, memiliki daun yang berurutan sepanjang batang dalam tiga baris, tidak
memiliki lidah daun, dan titik
tumbuh tersembunyi. Kelompok ini mencakup semua anggota Cyperaceae
(suku teki-tekian) yang menjadi gulma. Contoh: teki ladang
(Cyperus rotundus), udelan (Cyperus
kyllingia), dan Scirpus maritimus.
Selain menekan gulma berdaun lebar, mulsa teki juga secara nyata menekan
pertumbuhan kedelai. Berdasarkan indikasi tersebut, diduga mulsa teki
berpotensi alelopati terhadap tumbuhan berdaun lebar. Dugaan adanya potensi
alelopati juga terjadi pada mulsa jerami, namun pada mulsa jerami golongan
gulma yang tertekan adalah gulma rumput.
-
Gulam rerumputan
Golongan gulma rurumputan kebanyakan berasal dari family gramineae
(poaceae). Ukuran gulma golongan rerumputan bervariasi, ada yang tegak,
menjalar, hidup semusim, atau tahunan. Batangnya disebut culms, terbagi menjadi
ruas dengan buku-buku yang terdapat antara ruas. Batang tumbuh bergantian pada
dua buku pada setiap antara ruas daun terdiri dari dua bagian yaitu pelepah
daun dan helaian daun., contoh gulama rerumputan Panicum repens, Eleusine
indica, Axonopus compressus dan masih banyak lagi. Golongan teki-tekian
kebanykan berasal dari family Cyperaceae. Golongan ini dari penampakanya hampir
mirip dengan golongan rerumputan, bedanya terletak pada bentuk batangnya.
Batang dari golongan teki-tekian berbentuk segitiga. Selain itu golongan
teki-tekian tidak memiliki umbi atau akar ramping di dalam tanah. Contoh
golongan teki-tekian: Cyperus rotundus, Cyperus compressus. Golongan gulma
berdaun lebar antara lain: Mikania spp, Ageratum conyzoides, Eupatorium
odoratum (=Chromolaena odorata).
Berdasarkan habitat tumbuhanya, dikenal gulma darat, dan gulma air. Gulma
darat merupakan gulma yang hidup didarat, dapat merupakan gulma yang hidup
setahun, dua tahun, atau tahunan (tidak terbatas). Penyebaranya dapat melalui
biji atau dengan cara vegetatif. Contoh gulma darat diantaranya Ageratum
conyzoides, Digitaria spp, Imperata cylindrica, Amaranthus spinosus. Gulma air
merupakan gulma yang hidupnya berada di air. Jenis gulma air dibedakan menjadi
tiga, yaitu gulma air yang hidupnya terapung dipermukaan air (Eichhornia
crassipes, Silvinia) spp, gulma air yang tenggelam di dalam air
(Ceratophylium demersum), dan gulma air yang timbul ke permukaan tumbuh dari
dasar (Nymphae sp, Sagitaria spp).
-
Gulma Daun Lebar
Berbagai macam gulma dari anggota Dicotyledoneae
termasuk dalam kelompok ini. Gulma ini biasanya tumbuh pada akhir masa
budidaya. Kompetisi terhadap tanaman utama berupa kompetisi cahaya. Daun
dibentuk pada meristem
pucuk dan sangat sensitif terhadap kemikalia. Terdapat stomata
pada daun terutama pada permukaan bawah, lebih banyak dijumpai. Terdapat
tunas-tunas pada nodusa, serta titik tumbuh
terletak di cabang. Contoh gulma ini ceplukan
(Physalis angulata L.), wedusan (Ageratum conyzoides L.), sembung rambut (Mikania
michranta), dan putri malu (Mimosa pudica).
1.1.6. Waktu
Pengendaliannya
Waktu
pengendaliangulam haruslah sesuai dengan jenis teknik dan bahan yang kita
gunakan contohnya pada saat akan hujan menggunakan teknik kimia dan bahan yang
bersifat kontak agar gulma langsung mati dan bahan tidak tercuci oleh air hujan
nanti.
1.2. Pengendalian
Gulma Secara Kultur Teknis
Pengendalian ini didasarkan pada
segi ekologi yaitu berusaha menciptakan kondisi lingkungan yang sesuai dengan
tanaman budidaya, sehingga dapat tumbuh dengan baik dan mampu bersaing dengan
gulma.
1.2.1. Pergiliran tanaman
Pergiliran tanaman bertujuan untuk mengatur
dan menekan populasi gulma dalam ambang yang tidak membahayakan. Contoh : padi
– tebu – kedelai, padi – tembakau – padi. Tanaman tertentu biasanya mempunyai
jenis gulma tertentu pula, karena biasanya jenis gulma itu dapat hidup dengan
leluasa pada kondisi yang cocok untuk pertumbuhannya. Sebagai contoh gulma teki
(Cyperus rotundus) sering berada dengan baik dan mengganggu pertanaman tanah
kering yang berumur setahun (misalnya pada tanaman cabe, tomat, dan
sebagainya). Demikian pula dengan wewehan (Monochoria vaginalis) di
sawah-sawah. Dengan pergiliran tanaman, kondisi mikroklimat akan dapat
berubah-ubah, sehingga gulma hidupnya tidak senyaman sebelumnya. (Imam Fausi, 2012)
1.2.2. Pengolahan tanah
Pengolahan tanah dengan menggunakan
alat-alat seperti cangkul, garu, bajak, traktor dan sebagainya pada umumnya
juga berfungsi untuk memberantas gulma. Efektifitas alat-alat pengolah tanah di
dalam memberantas gulma tergantung beberapa faktor seperti siklus hidup dari
gulma atau kropnya, dalam dan penyebaran akar, umur dan ukuran infestasi,
macamnya krop yang ditanaman, jenis dan topografi tanah dan iklim.
1.2.3. Penyiangan
Penyiangan atau sering juga disebut pendangiran
merupakan salah satu bagian dari paket komponen teknologi yang tak bisa
terpisahkan dari budidaya tanaman. Malahan di dalam paket komponen teknologi
SRI penyiangan atau pendangiran ini menjadi salah satu bagian terpenting yang akan
menentukan pencapaian peningkatan hasil produksi.
Tujuan dari
teknik pendangiran atau penyiangan ini yang pertama adalah untuk menggemburkan
tanah supaya aerasi menjadi lebih baik untuk mendorong perkembangan akar
tanaman yang maksimal sehingga diperoleh tanaman dengan perakaran yang kokoh
dan pertumbuhan yang optimal dan tentunya tanaman akan lebih sehat dan menjadi
tidak mudah terserang hama dan penyakit. Dan yang kedua adalah untuk
mengendalikan gulma yang tumbuh disela-sela tanaman budidaya, dengan adanya
gulma yang lebat tentunya akan menambah persaingan untuk memperoleh unsur hara
dan sinar matahari yang mengakibatkan pertumbuhan tanaman budidaya terganggu
dan bisa menurunkan produksi. Efek dari tujuan yang pertama dan kedua sama-sama
menurunkan tingkat produksi tanaman budidaya (Azriel KJ, 2014).
1.2.4. Pengaturan jarak tanam
Pengaturan
jarak tanam merupakan teknik pengendalian OPT yang sang sering digunakan karena
memiliki manfaat yang sang baesar cantohnya :
-
Pengaturan pola
tanam bertujuan membatasi perkembangbiakan tikus sawah, karena tikus sawah
hanya berkembangbiak saat tanaman padi pada fase generatif. Pengaturan pola
tanam dapat membatasi perkembangbiakan tikus sawah.Pengaturan jarak tanam lebih
lebar dari biasanya, seperti cara tanam legowo, bertujuan membuat lingkungan
lebih terbuka sehingga kurang disukai tikus.
-
Tindakan yang
dapat diterapkan dalam mengurangi serangan tikus pada pertanaman kelapa sawit
adalah pengaturan jarak tanam, yaitu menanam tanaman kelapa sawit dengan jarak
tanam yang dianjurkan yaitu 8,77 - 9,42 m x 7,60 - 8,16 m dengan kerapatan
pohon per hektar sebanyak 128 - 150 pohon (Permentan No. 131, 2013). Hal ini
bertujuan agar tajuk kelapa sawit tidak saling bersentuhan antara pohon yang
satu dengan pohon yang lain sehingga menghambat pergerakan tikus antar pohon
(Priyambodo, 1995).
-
Dengan pengaturan
jarak tanam maka gulma yang berda pada areal bawah tanaman utama akan tidak
mendapatkan cahaya matahari sehingga gulma tersebut mati atau terhambat
pertumbuhannya.
1.2.5. Penggunaan tanaman penutup tanah (LCC)
Penanaman
tanaman penutup tanah merupakan teknik pnegndalian gulma budidya yang
memanfaatkan tanaman yang bersifat menjalar dan menutup tanah sehingga gulma
tidak mampu lagi bertahan hidup akibat depresi dengan persinagan perebutan
cahaya matahari.
Pengendalian
kultur teknis merupakan cara pengendalian gulma dengan menggunakan praktek
budidaya. Penanaman jenis tanaman yang cocok untuk suatu tanah merupakan
tindakan yang sangat membantu mengatasi masalah gulma. penanaman rapt agar
tajuk tanamn segera menutup ruang kosong merupakan cara yang efektip untuk menurunkan
populasi gulma.Pengendalain Kultur Teknis dapat dilakukan dengan Rotasi Tanam(Crop
Rotation), Sistem bertanam (Cropping System), Pengaturan jarak Tanam
(Crop Density), Pemulsaan (Mulching),Tanaman Penutup Tanah ( Legum
Cover Crop-LCC). (MagroNiaga,2011 ).
Ttanaman penutup tanah adalah tumbuhan atau tanaman yang khusus ditanam
untuk melindungi tanah dari ancaman kerusakan oleh erosi dan / atau
untuk memperbaiki sifat kimia dan sifat fisik tanah.
Tanaman penutup tanah berperan: (1) menahan atau mengurangi daya perusak
butir-butir hujan yang jatuh dan aliran air di atas permukaan tanah, (2)
menambah bahan organik tanah melalui batang, ranting dan daun mati yang jatuh,
dan (3) melakukan transpirasi, yang mengurangi kandungan air tanah. Peranan
tanaman penutup tanah tersebut menyebabkan berkurangnya kekuatan dispersi air
hujan, mengurangi jumlah serta kecepatan aliran permukaan dan memperbesar
infiltrasi air ke dalam tanah, sehingga mengurangi erosi.
Tumbuhan atau tanaman yang sesuai untuk digunakan sebagai penutup tanah
dan digunakan dalam sistem pergiliran tanaman harus memenuhi syarat-syarat
(Osche et al, 1961): (a) mudah diperbanyak, sebaiknya dengan biji, (b)
mempunyai sistem perakaran yang tidak menimbulkan kompetisi berat bagi
tanaman pokok, tetapi mempunyai sifat pengikat tanah yang baik dan tidak
mensyaratkan tingkat kesuburan tanah yang tinggi, (c) tumbuh cepat dan banyak
menghasilkan daun, (d) toleransi terhadap pemangkasan, (e) resisten terhadap
gulma, penyakit dan kekeringan, (f) mampu menekan pertumbuhan gulma, (g) mudah
diberantas jika tanah akan digunakan untuk penanaman tanaman semusim atau
tanaman pokok lainnya, (h) sesuai dengan kegunaan untuk reklamasi tanah, dan
(i) tidak mempunyai sifat-sifat yang tidak menyenangkan seperti duri dan
sulur-sulur yang membelit. (Anonim,1986).
1.2.6. Penggenangan
Penggenangan efektif untuk memberantas gulma tahunan. Caranya dengan
menggenangi sedalam 15 – 25 cm selama 3 – 8 minggu. Gulma yang digenangi harus
cukup terendam, karena bila sebagian daunnya muncul di atas air maka gulma
tersebut umumnya masih dapat hidup. Teknik penggenangan banyak digunkan pada
petani padi, dismping padi membutuhkan banyk air secara ditadk langsun
melakukan penggenakan akan mengkibatkan gulma tidak dapat hidup dengan baik.
Pengendalian gulma dengan penggenangan tidak asing lagi bagi tanaman padi
di sawah. Padi bukanlah tanaman air sesungguhnya. Akan tetapi karena modifikasi
batang, padi dapat beradaptasi dengan genangan.
Kehadiran gulma di pertanaman memang tidak diinginkan oleh petani.
Bedengan cabe ditutup dengan mulsa perak. Penggunaan mulsa perak dapat
dikatakan mengendalikan pertumbuhan gulma. Gulma yang tumbuh diluar bedengan
dikendalikan dengan penggenangan air.
1.2.7. Penggunaan bibit unggul
Qamara dan Setiawan (1995), menyatakan bahwa salah satu
kunci budidaya terletak pada kualitas benih yang ditanam. Untuk itu diperlukan
benih yang memiliki daya kecambah tinggi, sehat murni dan daya persingan yang kuat. Benih yang
memiliki persyaratan tersebut diharapkan akan menghasilkan bibit yang benar,
seragam sehat mampu
bersaing denga OPT. Berdasarkan persyaratan kualitas, benih yang ditanam
harus bermutu tinggi. Benih yang bermutu tinggi mempunyai sifat-sifat sebagai
berikut : 1) Daya tumbuh minimal 80 %, 2) Mempunyai unsur yang baik yaitu benih
tumbuh serentak, cepat dan sehat, 3) Benih murni minimal 99 %, 4) Campuran
benih atau varietas lain maksimal 1 %, 5) Sehat, bernas tidak keriput dan umumnya
normal serta seragam, 6) Kadar Air 13 % dan 7) Warna benih terang dan tidak
kusam. Selanjutnya dikatakan bahwa program perbenihan menitikberatkan pada
penggunaan benih tepat mutu yang ditunjukkan pada labelnya. Agar tidak tertipu
oleh label benih, para pengguna benih (terutama petani) hendaknya memahami
tentang mutu benih dari komponen-komponennya yang dicantumkan di dalam label
benih.
Penggunaan
benih bermutu akan memberi banyak keuntungan bagi petani diantaranya akan
mengurangi resiko kegagalan budidaya karena benih bermutu akan mampu tumbuh
baik pada kondisi lahan yang kurang menguntungkan, bebas dari serangan hama
penyakit sehingga dengan demikian hasil panen dapat sesuai dengan harapan
(Qamara dan Setiawan, 1995). Sedangkan menurut Hill (1979) dalam Kartasapoetra
(1992), bahwa pemakaian benih berkualitas tinggi dapat memberi hasil yang
diharapkan, yang menyangkut peningkatan kualitas dan kuantitas produksinya.
1.2.8. Pemupukan yang tepat
Pemupukan yang tepat akan membuat tanam utama
menjadi sehat dan kuat karena kebutuhannya terjamin, dari pemberian pupuk yang
tepat maka tanaman utama akan mampu bersaing dengan gulma dan sebagian gulam
yang terkena pupuk akan mati karena proses potositesis akan terganggu akibat pupuk
menutupi permukaan daun gulma.
1.2.9. Penggunaan mulsa
Penggunana mulsa
sebagi pengendali gulma merupakan teknik yang palihg murah biayanya bahkan ada
yang tanpa menggunakan biaya. Mulsa digunakan sebagi penutup tanah yang besal
dari limbah tanaman atuh hasil buatan pabrik berupa lastik yang dapat menutup
permukaan tanah.
1.3.Mulsa
Penggunaan mulsa atau serasah adalah teknik konservasi tanah yang
tergolong dalam cara vegetatif. Pada teknik ini permukaan tanah di antara
barisan tanaman atau di sekitar batang pohon ditutup dengan bahan-bahan berupa
sisa tanaman setelah panen, pangkasan tanaman pagar atau larikan pada budidaya
lorong.
Dari aspek pengendalian eropsi, peran langsung bahan mulsa adalah
melindungi permukaan tanah dari pukulan butir-butir hujan, mempertahankan
kelembaban tanah, mencegah tumbuhnya tanaman pengganggu, sedangkan perannya
yang tidak langsung adalah memperbaiki struktur tanah. Penggunaan mulsa umumnya
dilakukan di daerah-daerah yang sering mengalami kekeringan dan rentan terhadap
pertumbuhan gulma. Pilihan bahan-bahan untuk mulsa tergantung pada
bahan-bahan yang tersedia setempat.
Dalam sistem budidaya lorong, biomasa dari larikan tanaman sering
digunakan sebagai mulsa. Di perkebunan seringkali tanaman penutup tanah
digunakan sebagai mulsa hidup, terutama di sekitar poghon-pohon yang masih muda
yang telah tumbuh dengan baik. Salah satu strategi lainnya adalah meninggalkan
sisa-sisa tanaman di lahan setelah panen (misalnya daun pucuk nenas, daun dan
batang jagung, jerami padi, dsb). Hal ini akan menjamin bahwa ada zat-zat
hara yang diserap tanaman kembali ke tanah.
Keuntungan
- Melindungi permukaan tanah dari pukulan langsung butir-butir air hujan serta mengurangi aliran permukaan, erosi dan kehilangan tanah.
- Menekan pertumbuhan tanaman pengganggu (gulma) sehingga mengurangi (biaya tenaga kerja untuk penyiangan.
- Mulsa yang berupa sisa-sisa tanaman menjadi sumber bahan organik tanah
- Meningkatkan aktivitas jasad renik (mikroorganisme tanah), sehingga memperbaiki sifat fisika dan kimia tanah
- Membantu menjaga suhu tanah serta mengurangi penguapan sehingga mempertahankan kelembaban tanah sehingga pemanfaatan kelembaban tanah menjadi lebih efisien.
- Tergolong teknik konservasi tanah yang memerlukan jumlah tenaga kerja / biaya rendah.
Kelemahan
- Bahan-bahan mulsa mungkin menjadi sarang berkembangbiaknya penyakit-penyakit tanaman. Namun hal ini masih perlu diteliti bagi setiap bahan mulsa yang digunakan.
- Tidak dapat digunakan dalam keadaan iklim yang terlampau basah.
- Mulsa sukar ditebarkan secara merata pada lahan-lahan yang sangat miring.
- Bahan-bahan untuk mulsa tidak selalu tersedia.
- Beberapa jenis rumput jika digunakan sebagai mulsa dapat tumbuh dan berakar sehingga dapat menjadi tanaman pengganggu.
Mulsa adalah sisa tanaman, lembaran plastik, atau
susunan batu yang disebar di permukaan tanah. Mulsa berguna untuk melindungi
permukaan tanah dari terpaan hujan, erosi, dan menjaga kelembaban, struktur,
kesuburan tanah, serta menghambat pertumbuhan gulma (rumput liar).
-
Mulsa sisah tanaman
Mulsa ini terdiri dari bahan organik sisa tanaman
(jerami padi, batang jagung), pangkasan dari tanaman pagar, daun-daun dan
ranting tanaman. Bahan tersebut disebarkan secara merata di atas permukaan
tanah setebal 2-5 cm sehingga permukaan tanah tertutup sempurna
Mulsa sisa tanaman dapat memperbaiki kesuburan, struktur, dan cadangan
air tanah. Mulsa juga menghalangi pertumbuhan gulma, dan menyangga (buffer)
suhu tanah agar tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin. Selain itu, sisa
tanaman dapatmenarik binatang tanah (seperti cacing), karena kelembaban tanah
yang tinggi dan tersedianya bahan organik sebagai makanan cacing. Adanya cacing
dan bahan organik akan membantu memperbaiki struktur tanah.
Mulsa sisa tanaman akan melapuk dan membusuk. Karena itu perlu menambahkan
mulsa setiap tahun atau musim, tergantung kecepatan pembusukan. Sisa tanaman
dari rumput-rumputan, seperti jerami padi, lebih lama melapuk dibandingkan
bahan organik dari tanaman leguminose seperti benguk,Arachis, dan sebagainya.
-
Mulsa fertikal
Mulsa pada umumnya disebar secara merata di permukaan tanah. Tetapi mulsa
vertikal adalah mulsa sisa tanaman yang dibenamkan ke dalam tanah secara
vertikal untuk mengisi retak-retak dan rengkah pada penampang tanah. Mulsa
vertikal cocok untuk tanah yang sering mengalami rengkah di musim kemarau,
seperti tanah Vertisols (Grumusol) yang banyak dijumpai pada daerah beriklim
kering. Tanah liat Grumusol pada umumnya sulit dan berat diolah. Pada musim
hujan tanah ini menjadi liat dan lengket, dan pada musim kemarau mejadi keras
dan retak-retak.
-
Mulsa lembaran plastic
Pada sistem agribisnis yang intensif, dengan jenis tanaman bernilai
ekonomis tinggi, sering digunakan mulsa plastik untuk mengurangi penguapan air
dari tanah dan menekan hama dan penyakit serta gulma. Lembaran plastik
dibentangkan di atas permukaan tanah untuk melindungi tanaman.
Mulsa plastik berbentuk tenda untuk tanaman tahunan Pada tanaman
pohon-pohonan mulsa plastik dapat dipasang sebagai tenda untuk menghalangi
pertumbuhan gulma, mempertahankan kelembaban tanah dan menjaga agar suhu tanah
tetap tinggi.
-
Mulsa batu
Di
pegunungan batu-batu cukup banyak tersedia sehingga bisa dipakai sebagai
mulsa untuk tanaman pohon-pohonan. Permukaan tanah ditutup dengan batu yang
disusun rapat hingga tidak terlihat lagi. Ukuran batu-batu berkisar antara 2-10 cm. Tebalnya lapisan
mulsa tidak tertentu, yang jelas permukaan tanah harus ditutupi. Manfaat mulsa
batu adalah:
·
Memudahkan
peresapan air hujan Mengurangi penguapan air dari permukaan tanah
·
Melindungi
permukaan tanah dari pukulan butir hujan
·
Menekan
gulma (rumput liar).
1.4.Mulsa Daun dan
Batang Pisang
Menurut Purwowidodo (1983) bahwa untuk pemanfaatan pelepah pisang
sebagai mulsa sangat jarang ditemukan. Jika daun pisang yang dimanfaatkan
sebagai mulsa sudah banyak ditemui. Untuk itu perlu dilakukan pengujian atau
pembuatan mulsa dari bahan pelepah pisang. Pelepah pohon pisang memiliki jenis
serat yang cukup baik dan biasanya batang/pelepah pisang ini hanya akan menjadi
limbah pertanian setelahmelewati proses pemanenan (Anonim,2006).
Prinsip dasar pembuatan mulsa organik mengacu
pada proses pembuatankertas. Sedangkan secara garis besar proses pembuatan
kertas itu sendiri meliputi tahaptahap antara lain: persiapan bahan baku,
pulping, defiberasi, pencucian, penyaringan, pemutihan, dan pencetakan (Smook,
1994).
Tujuan dari penelitian ini adalah membuat mulsa
organik lembaran dari bahan utama eceng gondok dan bahan serat pelepah pisang
dan menguji sifat fisik mulsa organik lembaran terhadap penggunaanNaOH dan urea
(CO(NH2)2)
-
Contoh mulsa :
1. Mulsa organik (jerami padi, batang
jagung, batang kacang tanah, batang kedelai, daun pisang, pelepah batang
pisang, daun tebu, alang-alang, dan serbuk gergaji).
2. Mulsa anorganik (Semua bahan batuan dalam berbagai bentuk
dan ukuran : batu kerikil, pasir kasar, batu koral, batu bata, dan batu
gravel). Sering digunakan untuk tanaman hias dalam pot
3. Mulsa kimia sintetis (bahan plastik
dan kimia lainnya). Bahan plastik (plastik transparan, plastik hitam, plastik
perak, dan plastik perak hitam). Bahan
kimia (emulsi dan sebagai soil conditioner) : bitumin, krilium, aspal, glioksal
MW, anionik, dan lateks cair
- Contoh Mulsa sisa tanaman.
Mulsa ini terdiri dari
bahan organik sisa tanaman (jerami padi, batang jagung), pangkasan dari tanaman
pagar, daun-daun dan ranting tanaman. Bahan tersebut disebarkan secara merata
di atas permukaan tanah setebal 2-5 cm sehingga permukaan tanah tertutup
sempurna.
Mulsa sisa tanaman
dapat memperbaiki kesuburan, struktur, dan cadangan air tanah. Mulsa juga menghalangi
pertumbuhan gulma, dan menyangga (buffer) suhu tanah agar tidak terlalu panas
dan tidak terlalu dingin. Selain itu, sisa tanaman dapatmenarik binatang tanah
(seperti cacing), karena kelembaban tanah yang tinggi dan tersedianya bahan
organik sebagai makanan cacing. Adanya cacing dan bahan organik akan membantu
memperbaiki struktur tanah.
Mulsa sisa tanaman akan
melapuk dan membusuk. Karena itu perlu menambahkan mulsa setiap tahun atau
musim, tergantung kecepatan pembusukan. Sisa tanaman dari rumput-rumputan,
seperti jerami padi, lebih lama melapuk dibandingkan bahan organik dari tanaman
leguminose seperti benguk,Arachis, dan sebagainya. Jerami mulsa atau bidang
jerami ataurumput kering garam yang ringan dan biasanya
dijual di bal terkompresi.
BAB III
METODOLOGI
3.1. Waktu
dan Tempat
Penelitian
ini dilakukan di areal kebun percobaan 1 Politeknik Kelapa Sawit Citra Widya
Edukasi bertempat di Desa Ciledup, Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi. Penelitian
ini dilakukan tepat Tangal April 2015, jam 08:00 WIB(dimulai).
3.2. Alat dan Bahan
Dalam
penelitian ini alat digunakan sebagi pelengkap dan bahan merupakan bahan
penelitian, adapun alat dan bahan yang digunakan sebagi berikut :
3.2.1. Alat
- Parang,
(parang digunakan untuk mencaca batang dan daun pisang dan juga digunakan
sebagi alat pengelolah tanah).
- Karung,
(karung digunakan untuk mengangkut bahan keareal penelitian).
- Cangkul
(digunakan sebagai alat mengkelolah tanah).
3.2.2. Bahan
-
Daun Pisang (sebagi mulsa)
-
Batang Pisang (sebagai mulsa)
-
Tanah (areal penelitian)
-
Gulma (Hadir setelah percobaan
berlangsung)
-
Pena dan buku
-
Patok
-
Meteran
3.3. Perlakuan
Percobaan
Pada penelitian ini dilakuakan 1
perlakuan dan 1 bedengan sebagai control. Adapun perlakuan ini memiliki satu
ulangan sehingga terjadi 3 bedengan. Pada bedengan 1 ditentukan sebagi control,
begengan 2 sebagai percobaan 1 dan bedengan 3 sebagi ulangan. Pada bedengan 1
tidak diberikan mulsa dan bedengan 2 dan 3 diberikan full mulsa daun pisang dan
batang bisang yang telah dicaca.
3.4. Prosedur
Percobaan
3.4.1. Persiapan
Areal Percobaan
Persiapan areal
percobaan merupakan arean yang telah disepakati bersama untuk ditempati
penelitian, adapun kegiatan periapan areal ini dilakuakan pembersihan lahan
sebelum dilakukan pengukuran dan penggelolaan tanah.
3.4.2. Persiapan
bedengan
Persiapan
bedengan dibagi beberapa tahap yaitu : 1). Pengukuran bedengan, 2). Pengelolaan
tanah pada bedengan, dan 3). Penyelesaian (pembersihan bedengan secara total,
bersidari gulma).
3.4.3. Persiapan
mulsa
Persiapan mulsa
dilakukan setelah dan sementara bedengan dipersiapkan, adapun kegiatannya :
-
Pengambilan dan pengumoulan batang dan
daun pisang (3 pohon pisang)
-
Pencacahan batang dan daun pisang
-
Masukkan mulsa kedalam karung
-
Bawah mulsa ke areal penelitian
3.4.4. Aplikasi
mulsa
Mulsa daun dan
batang pisang yang telah dicach dimasukkan kedam karung dan dibawah ke areal
penelitian. Mulsa tersebut yang telah siap diaplikasi ditabur pada bedengan 2
dan 3 sebagai perilakuan dan percobaan.
3.5. Parameter
Pengamatan
3.5.1. Daya
tumbuh gulma
Pengamatan
penelitian awal dilakukan pada hari Rabu, 25 Maret 2015 daya tumbuh gulma untuk
ulangan 1 dan 2 tidak ditumbuhi gulma, Tanahnya lembab dan mulsa mongering,
sedangkan untuk kontrol tidak tumbuh
gulma,tanahnya lembab.
Pengamatan akhir
Rabu,08 April 2015 daya tumbuh gulma
untuk ulangan 1 gulmanya tumbuh 320 gulma dan ulangan 2 gulmanya tumbuh
429 gulma, tanahnaya lembab dan basah sehingga banyak organisme seperti rayap
dan ulat, sedangkan untuk kontrol gulmanya tumbuh 130 gulma,tanahnya lembab.
3.5.2. Identifikasi
Gulma
Penelitian ini mengidentifikasi
gulma Boreria Latifa tumbuh gulma
40%, gulma Axonopus Konpersus tumbuh
gulma 20%, dan gulma Urena Lobata
tumbuh gulma 40% di bedengan, pengamatan ini dilaksanakan Sabtu,11 April 2015
3.5.3. Berat
Kering Gulma
Pada hari kamis tanggal 09 april 2015 ditimbang
gulmanya dan dimasukkan kedalam oven dan dibiarkan selama 3 hari ,setelah 3
hari maka pada hari sabtu tanggal 11 april 2015 pada jam 04 di timbang berat
kering.
Tabel bobot kering gulma
kontrol
|
Ulangan I
|
Ulangan II
|
0,430
|
0,378
|
0,993
|
BAB IV
HASIL DAN
PEMBAHASAN
4.1.Daya Tumbuh
Gulma
Tabel. Penelitian
Perlakuan
|
Hari ke-
|
|||||||
2
|
4
|
6
|
8
|
10
|
12
|
14
|
16
|
|
Kontrol
|
-
|
-
|
6 gulma
|
75
gulma
|
89
gulma
|
120 gulma
|
125 gulma
|
130 gulma
|
Ulangan 1
|
-
|
-
|
62 gulma
|
266 gulma
|
296 gulma
|
299 gulma
|
305 gulma
|
320 gulma
|
Ulangan 2
|
-
|
-
|
52 gulma
|
260 gulma
|
342 gulma
|
421 gulma
|
427 gulma
|
429 gulma
|
Penelitian ini dilakuakan pada 7
maret 2015 dan hari kedua tanggal 9 dilkukan penelitian. Adapun penjelasan
tebel diatas sbb :
-
Pada
pengamatan pertama dan kedua tidak terdapat gulma yang tumbuh hal ini dapat
sebabkan oleh tebalnya mulsa yang telah diberikan meski pada hari sebelumnya
terjadi hujan.
-
Gulma
terdentifikasi pada pengamatan ke-3 tepat pada hari ke-enam, jumlah gulma pada
bedengan control sebanyak 6 gulma, pada bedengan ulangan 1 terdapat 62 gulma
dan ulangan 2 terdapat 52 gulma.
Jumlah gulma yang terbanyak terdapat pada ulanagn 2
dan 1, hal ini dapat sebabkan oleh jenis gulma, pengaruh cuaca dan asal usul
mulsa. Pada bedengan control tidak terdapat banyak gulma hal ini dapat
dikarenakan oleh areal tidak lembab dan penyinaran matahri yang tinggi.
-
Pada
pengamatan ke-4 bedengan control mengalami kenaikan draktis dari 6 gulma
menjadi 75 gulma. Seperti juga terjadi pada bedengan ulangan satu dan dua.
Peningkatan yang draktis ini dikarenakan dari kelembapan yang dihasilkan mulsa
dan waktu dormansi gulma telah habis.
-
Peningkatan
gulma pada bedengan control dari pengamatan 10-16 mengalami grafik yang meningkat
tetapi stabil hanya mengalami kenaikan
-
Peningkatan
gulama pada bedengan ulangan lebih banyak dari bedengan ulangan sapat
disebabkan oleh pada saat pengambilan mulsa dan pencacahan mulsa kemungkinan
banyak biji gulma yang terangkut karena batang dan daun pisang hanya diseret
saja..
4.2.Identifikasi
Gulma
I dentifikasi
gulma dilukan dengan cara menghitung satu persatu gulma dan pada akhir
penelitian dilakaukan pencabutan gulma. Kesulitan dalam identifikasi gulma ini
disebabkan oleh kecilnya gulma dan banyaknya jumlah mulsa. Akibat dari kecilnya
gulma maka untuk mengetahui jenis gulma sangat sulit.
4.3.Berat Kering
Gulma
kontrol
|
Ulangan I
|
Ulangan II
|
0,430
|
0,378
|
0,993
|
Table diatas menunjukkan hasil berat kering dari
penelitian kami, dari setiap bedengan. Perbedaan berat kering ini dikarenakan
oleh jumlah gulma meski pada ulangan I dan II tidak jau berbeda tetapi berat
kering gulma sangat berbeda (Ulangan II 0,993 dan ulanag I 0,378).
Pada berat kering control memiliki berat kering yang
lebih besar dari ulangan I disebabkan oleh jenis gulam, ukuran gulma dan
kesuburan gulma. Ulangan II memiliki bobot yang terbesar karena terbanyak
gulmanya.
4.3.
Kondisi areal percobaan dan keadaan
fisik mulsa
Keadaan
dan kondisi areal sangatlah berpengaruh terhadap penelitian ini karena kondisi
areal akan mempengaruhi tingkat kesuburan gulma. Konsi sreal yang kami gunakan
sedikit mengalami kondi rumit dikrenakan jumlah penganggu banyak (ayam).
Kondisi areal mempengaruhi sifat fisik mulsa terbukti pada mulsa kami mengalami
perubahan yang sangat draktis pada pengamatan 4 dikarenakan cuaca yang lumayan
panas sehingga jumlah air pada mulsa terjadi penguapan.
Jenis gulma yang
tumbuh dipengaruhi juga oleh areal karena disekeliling telah dilakuakan
penellitian yang sama tetapi mulsanya yang berbeda.
BAB V
PENUTUP
5.1.
Kesimpulan
Sangat banyak terjadi hal-hal yang dapat
dijadikan suatu hal yang baru maka kami mengambil sesimpulan sebagi berikut :
-
Berat kering
gulma dipengaruhi dari jumlah, kesubuaran gulma dan jenis gulam
-
Areal sekeliling
memiliki pengruh penting terhadap pertumbuhan gulma dan mempengaruhi mulsa.
-
Mulsa daun
pisang dan batang pisang sangat bagus jika menginginkan manfaat untuk menjaga
suhu tanah katena mulsa ini memiliki kandungan air yang banyak.
-
Sangat sulut
menggunakan mulsa ini pada perkotaan dan arean yang luas krena batang bisang
dapat kita ambil ketika telah berbuah dan telah matang.
5.2.
Saran
-
Dalam penggunaan
mulsa harus memilih sesuai dangan areal yang digunakan.
-
Dalam
pengelolaan tanah dan mulsa harus memikirkan segala aspek.
Lampiran
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam
pembuatan mulsa organik antara lain :
• Eceng gondok, sebagai bahan
utama.
• Pelepah pohon pisang raja bulu,
sebagai bahan serat.
• NaOH dan urea, sebagai bahan
pengurai serat.
• Air, digunakan pada proses
homogenisasi.
• Minyak tanah, digunakan sebagai
bahan bakar kompor.Peralatan yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini antara
lain :
• Timbangan digital, untuk
menimbang berat komposisi bahan.
• Gunting dan pisau, untuk memperkecil
ukuran bahan.
• Gelas ukur, untuk menentukan
volume air
• Blender, untuk menghaluskan dan
menghomogenkan bahan.
• Sterofom dan kain, untuk
mencetak mulsa yang akan dibuat.
• Saringan, untuk menyaring pulp.
• Kompor, digunakan dalam proses
homogenisasi.
• Panci, untuk wadah bahan yang
akan dihomogenkan.
• Brazilliant test, untuk
mengukur ketahanan penetrasi dan tegangan tarik mulsa.
• Jangka sorong dan mistar, untuk
mengukur dimensi lembaran mulsa .
• Ember, sebagai wadah air
pencucianNaOH dan urea.
Rancangan Penelitian
Penelitian ini disusun secara
faktorial dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL)yang terdiriatas dua faktor dan
dua ulangan.Faktor tersebut antara lain :
1. Kombinasi eceng gondok dan
pelepaha pisang dengan variasi K1 (Eceng gondok100%+0% pelepah pisang), K2
(Ecenggondok 90%+10% pelepah pisang), K3 (Eceng gondok 80%+ 20% pelepah
pisang) K4 (Eceng gondok 70% +
30%
pelepah pisang)2 Konsentrasi Urea
(CO(NH2)) 1% danNaOH 1% (B2). Panjang serat pelepahpisang setiap kombinasi
perlakuan adalah1 cm.
Pembuatan Mulsa Organik
1. Pembuatan cetakan
Siapkan sterofom dan kain, lubangi sterofom
dengan ukuran 30 cm x 50 cm kemudian lapisi bagian atas sterofom
dengan kain.
2. Persiapan Alat dan Bahan
Siapkan eceng gondok, pelepah pisang, NaOH dan
urea serta alat-alat yang akandigunakan.
3. Pemotongan, Penimbangan
Untuk berat total bahan mulsa
setiap kombinasi perlakuan 600 g. Timbang eceng gondok segar sebanyak 600 g;
540 g; 480 g dan 420 g kemudian dipotongpotong.
Timbang bahan serat pelepah pisang
sebanyak 60 g; 120 g dan 180 g lalu digunting atau dipotong pendek dengan
ukuran 1 cm serta timbang NaOH dan urea
sebanyak 6 g.
4. Pulping
Eceng gondok diblender selama 15 menit dan
pelepah pisang diblender selama 20 menit dengan tambahan air secukupnya pada
setiap penghalusan, lalu diperas dengan untuk diambil ampasnya.
5. Penguraian serat
a. Ampas dari kedua bahan
dicampur pada panci. Selanjutnya direbus
dengan
penambahan air sebanyak 2000 ml
dan
lakukan penambahan 6 g NaOH Kristal
sesuai dengan kombinasi perlakuan
yang telah ditetapkan sebelumnya.
Begitu juga pada pelakuan
penambahan urea 6 g. Perebusan dengan diaduk
sampai mendidih selama 30 menit dengan api stabil.
b. Bila suhu bahan telah mencapai
100 o
C, api mulai dikecilkan untuk
menstabilkan suhu bahan danmenghindari terjadinya gosong didasar panci.
c. Jika sudah mencapai 30 menit, panic
diturunkan dari api dan segera tiriska dengan tutup rapat-rapat hingga dingin.
6. Pencucian.
a. Setelah dingin, cuci serat-serat
yang dihasilkan dan dibilas dengan menggunakan air bersih sebanyak ± 15liter
agar kandungan tanah, NaOH dan urea hilang.
b. Peras serat-serat yang telah
dicuci bersih, kemudian disaring.
7. Pembuburan Pulp dimasukkan ke
dalam blender dengan tambahan air secukupnya dan dihaluskan selama ± 30 detik,
lalu dipanaskan kembali selama 5 menit.
8. Pencetakan dimulai dengan
memasukkan bubur yang telah jadi dalam keadaan masih panas dan diratakan didalam
sterofom yang sudah dilapisi kain tadi. Setelah itu ditiriskan hingga dingin dan
bahan tidak jenuh dengan air lagi. Kemudian ditekan dengan tekanan tetap sebesar
± 10 kg pada cetakan hingga air di dalam serat keluar.
9. Pengeringan
Pengeringan tidak memakai sinar matahari langsung karena akan menyebabkan
lembaran mulsa bergelombang
karena
panas yang tidak merata. Setelah
kering
lakukan pembebanan pada mulsa
agar
lembaran mulsa tidak
bergelombang.
Parameter Pengamatan
Parameter pengujian kekuatan dan
ketahanan mulsa organik lembaran yang akan dilakukan adalah uji
tegangan normal dengan menggunakan braziliant test (N/cm2), daya serap
mulsa terhadap air (%),uji vilensky,
rendemen mulsa organik (%), jumlah lubang pada mulsa lembaran, dan
kadar air mulsa (%).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Eceng gondok dapat dipergunakan sebagai mulsa dengan tambahan bahan
serat pelepah pisang. Mulsa yang
didapat
berbentuk lembaran dengan ukuran
50 cm,
lebar 30 cm, tebal 0,015 cm -
0,09 cm dan memiliki berat rata-rata 25,874 gam.
Tegangan Normal Mulsa (N/cm2)
Perlakuan kombinasi bahan tidak memiliki pengaruh yang nyata pada taraf
0,05 dan disajikan pada Tabel 1.
Hasil pengamatan pengaruh
perlakuan kombinasi eceng gondok dan pelepah pisang
terhadap tegangan normal mulsa (N/cm)disajikan pada Gambar 1.
Tabel 1. Pengaruh perlakuan
penggunaan bahan pengurai serat terhadap tegangannormal mulsa (N/cm2).
PerlakuanTegangan UreaNaoHNormal
(N/cm 166,372 271,2162) Notasi(0,05)
*angka rata-rata yang didampingi
oleh huruf-huruf
yang sama menunjukan pengaruh
yang tidak berbeda
nyata dengan uji BNT 5% = 64,981
Daftar Pustaka
-
Hamilton, L.S. dan P.N.King, 1997. Daerah Aliran
Sungai Hutan Tropika (Tropical Forested Watersheds). Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
-
Harsono, 1995. Hand Out Erosi dan Sedimentasi.
Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
-
Mawardi, M., 1991. Hand Out Hidrologi Pertanian.
Program Studi Mekanisasi Pertanian Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta.
-
Sinukaban, N. 1994. Membangun Pertanian Menjadi
Lestari dengan Konservasi. Faperta IPB. Bogor.
-
Anonim,
1986. Petunjuk Pelaksanaan Penyusunan Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi
Lahan dan Konservasi tanah. Departemen Kehutanan. Jakarta.
-
Widya
riska, Teknologi Produksi Tanaman. Tugas 2010
-
Herdajanti Henny. Mengelola
OPT Kelapa Sawit Secara Bijak Menuju Kehidupan Berkelanjutan PT Perkebunan Nusantara VI
(Persero)2014.
-
http://dinaspertaniantph-hss.net/?p=5084 Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kab. Hulu
Sungai Selatan
-
Riri Fithriadi dkk (Peny) (1997).
Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering di Indonesia; Kumpulan Informasi. Hal 80
-81. Jakarta: Pusat Penyuluhan Kehutanan.
-
Anonim, 1987. Evaluasi Bibit dalam Pengujian Daya Tumbuh
Laboratorium Pusat. Sub Direktorat Pengawasan Mutu dan Sertifikasi Benih.
Direktorat Bina Produksi Tanaman Pangan, Jakarta.
_____,1992. Teknologi
Benih. PT. Rinneka Cipta, Jakarta.
_____,1999.
Kebijakan Pembangunan Pertanian, Departemen Pertanian. Jakarta.
_____,2000.
Pedoman Umum Analisis Mutu Benih. Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan
dan Hortikultura, Direktorat Bina Perbenihan, Jakarta.
Baihaki, A
1996. Prospek penerapan “Breeder Right” di Indonesia, dalam Sumarno ,Hari Bowo,
B. Priyanto, Nova Agustin dan Widi Wiryani (Ed). Prosiding Simposium Pemuliaan
Tanaman IV. Vol V. (9):1-16. Univ.Pembangunan Nsional. Surabaya.
Camacho-Bustos, S. 1987. Managing Fruit-tree Nurseries.
International Agricultura
Development Service 6p.
Departemen
Pertanian, 2001. Undang-undang RI nomer 29 tahun 2000 tentang Perlindungan
Varietas Tanaman.
Hadi S. dan
Baran, W. , 1995. Keterkaitan dunia pendidikan tinggi dengan industri
perbenihan dalam penyediaan pangan nasional. Prosiding Seminar Sehari
Perbenihan menghadapi Tantangan Pertanian Abad XXI. Keluarga benih
vol.VI(1):25-34.
Kartasapoetra,
A.G. 1992. Teknologi Benih. Rinneka Cipta Saputra, Jakarta.
Kuswanto, H.,
1994. Produksi dan distribusi benih. Forum komunikasi dan antar peminat dan
ahli benih. Balittas. Malang.
Qamara, W., dan
A, Setiawan S. 1995. Produksi Benih. Bumi Aksara, Jakarta.
Sadjad, S.
1981. Peranan benih dalam usaha pengembangan palawija 1. Buletin Agronomi XII
(1): 12-15.
Sumarno, D. M.
Arsyad, dan I. Manwan. 1990. Teknologi usaha tani kedelai. Risalah Lokakarya
Pengembangan Kedelai.Puslitbangtan Bogor, Hal. 23-49.
Sutopo, L.
1993. Teknologi Benih. PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta.
Wahyu, Q., dan
Asep S., 1995a. Produksi Benih. Bumi Aksara, Jakarta.
-
Wirawan, B., dan Sri Wahyuni. 2002. Memproduksi Benih
Bersertifikat. Penebar Swadaya, Jak
By Mohd Zainal Bin Abdul Karim
judul penelitiannya apa ya itu
BalasHapus